Laporan Praktikum Briket Arang Tempurung Kelapa Sawit

Laporan Praktikum Briket Arang Tempurung Kelapa Sawit

Postingan ini diperbarui 30 November 2021

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peningkatan jumlah penduduk dan ekonomi suatu daerah mengakibatkan kebutuhan energi dari tahun ke tahun semakin meningkat. Peningkatan penggunaan energi dari bahan baku yang berasal dari fosil dapat menyebabkan tingginya emisi gas rumah kaca. Menurut Yilmaz dan Selim (2013) produksi karbon dioksida (CO2) di dunia saat ini telah meningkat dari 4 juta ton/tahun menjadi 28 juta/tahun, sehingga perlu penyediaan sumber energi pengganti yang ramah lingkungan dengan jumlah yang melimpah dengan harga terjangkau. Salah satunya yaitu biomassa yang merupakan bahan bakar yang bersifat ramah lingkungan yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil dan mengurangi terjadinya pemanasan global, serta memiliki biaya produksi yang rendah (Qian et al., 2011).

Bahan baku biomassa ini dapat diperoleh melalui tanaman atau limbah pertanian, limbah kayu, limbah hewan, limbah industri serta limbah pemukiman, dan energinya dihasilkan dari senyawa karbon yang berasal dari proses fotosintesis secara panas maupun kimia (Sofia et al., 2018). Biomassa ini mempunyai kelebihan dalam penggunaannya yaitu sebagai sumber energi yang dapat mengurangi karbon dioksida di atmosfer karena gas hasil pembakaran lebih sedikit, sehingga dapat diserap kembali oleh tumbuhan (bersifat karbon netral). Dan juga biomassa ini mempunyai kelemahan yaitu nilai kalor yang dihasilkan berkategori rendah dan kadar air yang cukup tinggi. Dalam produk biomassa ini dapat berupa briket arang dan pelet kayu.

Jenis biomassa yang dapat digunakan dalam pembuatan briket arang adalah limbah tempurung kelapa sawit. Menurut Triono (2006) menyatakan bahwa bahan yang digunakan untuk campuran serbuk gergajian kayu biasanya menggunakan bahan tempurung kelapa sawit, disebabkan pada tempurung kelapa sawit dikenal baik sebagai bahan bakar dalam bentuk tempurung sediri, arang maupun dalam bentuk briket arang dan arang aktif. Untuk tempurung kelapa sawit sendiri belum banyak membahas mengenai klasifikasi kualitas briket arang tempurung kelapa sawit itu sendiri, oleh sebab itu praktikum kayu energi tentang kayu energi dilaksanakan untuk mengetahui kualitas briket arang tempurung kelapa sawit.


1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan laporan praktikum briket arang tempurung kelapa sawit adalah:

  1. Untuk mengetahui cara pembuatan briket arang tempurung kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq).
  2. Untuk mengetahui klasifikasi kualitas briket arang tempurung kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq).

Baca juga: Makalah Briket Arang


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tempurung Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berkeping satu yang termasuk dalam famili palmae, sebagian besar tumbuh di daerah 10 derajat LU-10 derajat LS pada ketinggian sampai 500 m dari permukaan laut, dengan kisaran suhu 24 derajat celsius dan sinar matahari yang banyak (Suryani, 1986). Tanaman ini dapat dimanfaatkan mulai batang, daun, buah dan tempurungnya. Tempurung kelapa sawit ini memiliki komposisi kimia mirirp dengan kayu, mengandung lignin, pentosa, dan selulosa. Tempurung kelapa sawit ini dalam penggunaan biasanya digunakan sebagai bahan pokok pembuatan arang dan arang aktif, hal tersebut disebabkan tempurung kelapa sawit bahan yang dapat menghasilkan kalor sekitas 6500-7600 kka/kg.

Selain memiliki nilai kalor yang cukup tinggi, tempurung kelapa sawit juga cukup baik untuk bahan briket arang. Berdasarkan penggunaannya, briket arang dan arang aktif banyak digunakan sebagai absorbsi cairan pada industri gula, industri minyak goreng, minuman ringan, dan alkohol. Briket arang tempurung kelapa sawit ini berfungsi sebagai pelindung suatu gas-gas beracun bahan organik, mendapatkan kembali pelarut yang mudah menguap, menghilangkan gas yang berbau pada pendingin ruangan.

Klasifikasi tanaman kelapa sawit (Triono, 2006), sebagai berikut :

Kingdom: Plantea
Divisi: Tracheophyta
Sub Divisi: Spermatophytina
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Arecales
Famili: Arecaceae
Genus: Elaeis
Spesies: Elaeis guineensis Jacq.


2.2 Perekat Tapioka

Penambahan perekat dalam pembuatan briket arang dimaksudkan agar partikel arang saling berikatan dan tidak mudah hancur. Ditinjau dari jenis perekat yang digunakan, briket dapat dibagi menjadi (Triono, 2006):

  1. Briket yang sedikit atau tidak mengeluarkan asap pada saat pembakaran. Jenis perekat ini tergolong kedalam perekat yang mengandung zat pati.
  2. Briket yang banyak mengeluarkan asap pada saat pembakaran. Jenis perekat ini tahan terhadap kelembapan tetapi selama pembakaran menghasilkan asap.


Perekat dari zat pati, dekstrin, dan tepung jagung cenderung sedikit atau tidak berasap. Sedangkan perekat dari bahan ter, pith, dan molase cenderung lebih banyak menghasilkan asap (Harloyo & Roliadi, 1978).

Perekat pati dalam bentuk cair mampu menghasilkan briket arang bernilai rendah dalam hal kerapatan, keteguhan tekan, kadar abu, dan kadar zat mudah menguap. Akan tetapi hal tersebut dapat  tinggi apabila menggunakan perekat molase (tetes tebu) yang mampu menghasilkan briket yang sangat kuat dan baik mutu pembakarannya, akan tetapi berasap (Sudrajat, 1983).

Perekat kanji yang berasal dari tepung tapioka ditambah dengan air. Perekat umum digunakan sebagai bahan perekat pada briket arang, karena banyak terdapat di pasaran dan harganya relatif murah. Pada pertimbangan lain bahwa perekat kanji dalam penggunaannya menimbulkan asap yang lebih sedikit dibandingkan bahan lain. Akan tetapi perekat ini mempunyai kelemahan yaitu sifatnya tidak tahan terhadap kelembapan. Hal ini disebabkan tapioka mempunyai sifat dapat menyerap air dari udara. Kadar perekat dalam briket tidak boleh terlalu tinggi karena dapat mengakibatkan penurunan mutu briket arang yang sering menimbulkan banyak asap. Kadar perekat yang digunakan umumnya tidak lebih dari 5% (Triono, 2006).


2.3 Briket Arang

Arang adalah hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon yang terbentuk padat dan berpori. Sebagian besar porinya masih tertutup oleh hidrogen, ter, dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air, nitogren, dan sulfur. Arang ini dapat dijadikan sebagai briket arang yang digunakan sebagai sumber energi alternatif minyak tanah dan kayu bakar yang harganya semakin naik, sehingga dapat menghemat pengeluaran biaya bulanan (Triono, 2006)

Briket arang pada pembuatannya membutuhkan arang yang cukup halus. Ukuran serbuk arang dapat berpengaruh terhadap ketenguhan tekan dan kecepatan pembakaran, selain itu ukuran partikel arang yang terlalu besar akan sukar pada waktu dilakukan perekatan, sehingga mengurangi keteguhan tekan briket arang yang dihasilkan. Sebaiknya serbuk arang yang akan digunakan digiling dan disaring untuk memperoleh ukuran 20-40 mesh.

Pencampuran serbuk arang yang lebih halus dari 40 mesh dapat dilakukan asal proporsinya tidak lebih dari 30% volume. Perbedaan serbuk arang berpengaruh terhadap ketenguhan tekan dan kerapatan briket arang. Dalam hal penggunaan ukuran serbuk arang diperoleh kecendurangan bahwa makin tinggi ukuran serbuk makin tinggi pula kerapatan dan keteguhan tekan briket arang (Nurhayati, 1983).

Arang dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu arang hitam yang dibuat pada suhu karbonisasi 400-700 derajat celsius, arang putih pada suhu karbonisasi diatas 700 derajat celsius dan serbuk arang. Arang hitam digunakan dalam pengolahan biji besi, silikon, titanium, magnesium, karbon aktif, serbuk hitam, dan karbon disulfida. Arang putih digunakan dalam pembuatan karbon bisulfida, natrium sulfida dan natrium cyanida. (Triono, 2006).


2.4 Kualitas Briket Arang

Kualitas briket arang pada umumnya ditentukan berdasarkan sifat fisik dan kimianya antara lain ditentukan oleh kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap, kadar karbon terikat, kerpatan, keteguhan tekan, dan nilai kalor. Adapun beberapa standar yang digunakan pada pembuatan briket arang disajikan dalam tabel dibawah ini adalah:

Standarisasi Briket Arang

Triono (2006) menyatakan bahwa briket arang yang bermutu baik harus mempunyai persyaratan sebagai berikut :

  1. Warna hitam dengan nyala kebiruan
  2. Mengkilat pada pecahannya
  3. Bersih tidak berdebu, kalau dipegang tidak memberi noda hitam
  4. Mengeluarkan sedikit asap dan tidak berbau
  5. Menyala terus tanpa dikipas dan tidak memercikan bara api
  6. Abu sisa pembakaran sekecil mungkin
  7. Tidak terlalu cepat terbakar
  8. Berdenting seperti logam
  9. Menghasilkan kalor panas tinggi dan konstan.

Baca juga: Kelapa Sawit | Morfologi, Syarat Tumbuh, dan Manfaat


III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Tempat dan Waktu

Praktikum dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Hutan Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya pada tanggal 26 November - 1 Desember 2019.


3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah :

  1. Mesin Tanur, digunakan sebagai alat pengabuan dan zat mudah menguap.
  2. Oven, digunakan sebagai pengering sampel/contoh uji untuk pengukuran kadar air contoh uji.
  3. Cawan, digunakan sebagai wadah contoh uji.
  4. Timbangan Analitik, digunakan sebagai pengukur berat contoh uji.
  5. Sendok, digunakan sebagai pembantu dalam mengambil serbuk briket arang.
  6. Desikator, digunakan sebagai penetral contoh uji.
  7. Kawat, digunakan sebagai pengikat cawan dengan tutup pada pengukuran zat mudah menguap.


Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Serbuk briket arang, untuk kadar air, kadar abu, dan zat mudah menguap membutuhkan masing-masing 2 g dalam 5 perlakuan sehingga berat sampel yang dibutuhkan 30 g.


3.3 Prosedur Kerja

3.3.1 Kadar Air

Prosedur perhitungan kadar air briket arang  dengan mengambil sebagian dari contoh uji arang dan menimbangnya dengan berat 2 g sebagai berat contoh uji (a). Contoh uji briket arang dikeringkan dalam oven pada suhu 101-105 derajat celsius sampai berat konstan. Selajutnya didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebagai berat kering tanur (b). Prosedur perhitungan kadar air pada briket arang menggunakan standar ASTM D-3173.

Kadar Air (%) = ((a-b)/a) x 100%

Keterangan:
a: berat contoh uji (gram)
b: berat kering tanur (gram)


3.3.2 Kadar Abu

Prosedur penentuan kadar abu dilakukan dengan cara furnace contoh uji dengan berat 2 g sebagai berat awal (a), kemudian dimasukkan ke dalam cawan porselin atau cawan pengabuan (b). Cawan yang berisi arang tersebut ditanurkan pada suhu dengan bertahap mulai 200 derajat celsius, 400 derajat celsius, dan 600 derajat celsius. Setelah itu dibiarkan sampai contoh uji dingin, kemudian contoh uji dimasukkan dalam desikator dan ditimbang sebagai berat cawan + berat abu (c). Perhitungan kadar abu pada briket arang berpondasi pada ASTM D-3174.

Kadar Abu = ((c-b)/a) x 100%

Keterangan:
a: berat contoh uji (gram)
b: berat cawan (gram)
c: berat cawan + berat abu (gram)


3.3.3 Kadar Zat Mudah Menguap

Prosedur perhitungan kadar zat mudah menguap arang dengan cara furnace contoh uji seberat 2 gram sebagai berat awal (a) pada tanur listrik bersuhu 900 derajat celsius. Setelah suhu tercapai, cawan dan contoh uji dibiarkan dingin terlebih dahulu dalam tanur, kemudian contoh uji dimasukkan dalam desikator untuk ditimbang sebagai berat setelah pemanasan (b). Prosedur perhitungan terhadap kadar zat mudah menguap dilakukan dengan menggunakan standar ASTM D-3175.

Kehilangan berat (%) = ((a-b)/a) x 100%

Kadar ZMM (%) = Kehilangan berat (%)- kadar air (%)

Keterangan :
ZMM: zat mudah menguap
a: berat awal (gram)
b: berat setelah pemanasan (gram)


3.3.4 Kadar Karbon Terikat

Prosedur perhitungan kadar karbon terikat dilakukan dengan menggunakan standar ASTM D-3172. Kadar karbon terikat adalah fraksi karbon dalam arang selain fraksi abu, zat mudah menguap, dan air, yaitu :

Kadar KT (%) = 100% - (% Kadar Air + % Kadar ZMM + % Kadar Abu)

Keterangan:
KT: Karbon terikat
ZMM: zat mudah menguap


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kadar Air

Kadar air dalam pembuatan briket arang sangat berpengaruh terhadap kualiatas briket arang. Semakin tinggi kadar air akan menyebabkan kualitas briket arang menurun, terutama akan berpengaruh terhadap nilai kalor briket arang dan briket arang akan lebih sulit untuk dinyalakan (Triono, 2006). Adapun hasil pengkuran kadar air yang disajikan dalam gambar dibawah ini.

Kadar Air Briket Arang

Gambar diatas menjelaskan bahwa nilai rata-rata dari ke-5 sampel adalah 1,42% dimana nilai kadar air sampel yang tinggi berada pada A5 dengan nilai 1,68%, sedangkan nilai kadar air sampel yang rendah berada pada A4 dengan nilai 1,04%. Hal ini terjadi karena ukuran serbuk contoh  uji dan didukung oleh Triono (2006) menyatakan bahwa nilai kadar yang tinggi pada serbuk tempurung kelapa sawit memiliki ukuran partikel yang lebih besar dan jumlah pori-pori yang lebih banyak, sedangkan nilai kadar air yang rendah memiliki ukuran partikel pada serbuk arang yang lebih halus dan seragam sehingga ruang-ruang kosong atau pori-pori yang dimiliki oleh arang lebih sedikit.

Kadar air briket arang pada tempurung kelapa sawit ini berkisar 1,04-1,68%. Nilai kadar air ini merupakan kategori baik dilihat dari standar Jepang (6-8%), Inggris (3,6%), Amerika (6,2%), dan Indonesia (8%). Kadar air briket arang ini diharapkan mempunyai nilai yang rendah supaya nilai kalornya tidak menurun, tidak sulit dalam penyalaan, dan tidak mengeluarkan asap pada saat penyalaan.


4.2 Kadar Abu

Kadar abu merupakan bahan sisa dari pembakaran yang sudah tidak memiliki nilai kalor atau tidak memiliki unsur karbon lagi. Salah satu penyusun abu adalah silika. Pengaruh kadar abu terhadap kualitas briket arang kurang baik, terutama terhadap nilai kalor yang dihasilkan. Kandungan kadar abu yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor briket arang, sehingga akan menurunkan kualitas briket arang (Triono, 2006). Adapun hasil pengukuran kadar abu yang diperoleh disajikan dalam bentuk gambar dibawah ini.

Kadar Abu Briket Arang

Gambar diatas menjelaskan bahwa nilai rata-rata kadar abu yang diperoleh yaitu 5,30% dimana nilai paling tinggi berada pada sampel A5 dengan nilai 6,50% dan nilai paling rendah berada pada sampel A3 dengan nilai A3 dengan nilai 4,50%. Kadar abu briket arang berikisar 4,50-6,50% berkategori baik dilihat dari standar Jepang (3-6%), Inggris (5,9%), Amerika (8,3%), dan Indonesia (8%).


4.3 Kadar Zat Mudah Menguap

Kadar zat mudah menguap merupakan zat yang dapat meenguap sebagai hasil dekomposisi senyawa-senyawa yang masih terdapat didalam arang selain air. Kandungan kadar zat mudah menguap yang tinggi didalam briket arang akan menyebabkan asap yang lebih banyak pada saat briket dinyalakan. Kandungan asap yang tinggi disebabkan oleh adanya reaksi anatar karbon monooksida (CO) dengan turunan alkohol (Hendra dan Pari, 2000). Adapun hasil pengukuran kadar zat mudah menguap yang disajikan dalam gambar dibawah ini.

Kadar Zat Mudah Menguap Briket Arang

Gambar diatas menjelaskan bahwa nilai rata-rata zat mudah menguap yaitu 10,15%, dimana nilai paling tinggi berada pada sampel A3 dengan nilai 14,33% dan nilai paling rendah berada pada sampel A1 dengan nilai 6,79%. Hal ini terjadi akibat pengaruh pembakaran yang sesuai dengan hasil penelitian Triono (2006) menyatakan bahwa tinggi rendahnya kadar zat mudah menguap pada briket arang disebabkan oleh kesempurnaan proses karbonisasi dan juga dipengaruhi oleh waktu dan suhu proses pengarangan. Semakin besar suhu dan waktu pengarangan maka semakin banyak zat mudah menguap yang terbuang, sehingga pada saat pengujian kadar zat mudah menguap akan diperoleh dengan jumlah yang rendah.

Nilai kadar zat mudah menguap berkisar 6,79-14,33% berkategori baik dilihat dari standar Jepang (15-30%), Inggris (16,4%), Amerika (19-28%), dan Indonesia (15%). Sedangkan hasil penelitian Triono (2006) memperoleh nilai kadar zat mudah menguap berkisar antara 13,89-25,53%. Hal ini disebabkan karena pada praktikum ini murni atau tidak ada campuran serbuk laiinya terhadap contoh uji tersebut.


4.4 Kadar Karbon Terikat

Kadar karbon terikat merupakan fraksi karbon yang terikat didalam arang selain fraksi air, zat menguap, dan abu. Keberadaan karbon terikat didalam briket arang dipengaruhi oleh nilai kadar air, kadar abu dan kadar zat mudah menguap. Kadar karbon terikat berpengaruh terhadap nilai kalor bakar briket arang. Nilai kalor briket arang akan tinggi apabila nilai karbon terikat pada briket arang tinggi (Triono, 2006). Adapun hasil pengukuran kadar karbon terikat yang disajikan dalam gambar dibawah ini.

Kadar Karbon Terikat Briket Arang

Gambar diatas menjelaskan bahwa nilai rata-rata kadar karbon terikatnya yaitu 83,13%, dimana nilai paling tinggi berada pada sampel A1 dengan nilai 86,75% dan nilai paling rendah berada pada sampel A3 dengan nilai 79,77%. Hal ini terjadi karena nilai  kadar air, kadar abu, dan kadar zat mudah menguap mempunyai nilai yang bervariasi terhadap masing-masing contoh  uji. Nilai kadar karbon terikat berkisara antara 79,77-86,75% merupakan kategori baik dilihat dari standar Jepang  (60-80%), Inggris (75,3%), Amerika (60%), dan Indonesia (77%). Sedangakan hasil penelitian Triono (2006) menyatakan bahwa kadar karbon terikat yang diperoleh berkisar antara 66,57-82,83%. Hal ini disebabkan kerena adanya tambahan terhadap serbuk tempurung kelapa sawit yaitu serbuk kayu yang mempunyai kandungan lignin dan selulosa yang tinggi.

Baca juga: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Briket Arang


V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan pada laporan praktikum briket arang tempurung kelapa sawit adalah:

  1. Briket arang tempurung kelapa sawit mempunyai nilai kadar air berkisaran antara 1,04-1,68%, nilai kadar abu berkisaran antara 4,50-6,50%, nilai kadar zat mudah menguap berkisaran anatar 6,79-14,33%, dan nilai kadar karbon terikat berkisaran antara 79,77-86,75%.
  2. Briket arang tempurung kelapa sawit mempunyai kualitas baik berdasarkan standarisasi briket arang melalui kadar air, kadar abu, kadar zat mudah menguap, dan kadar karbon terikat.


5.2 Saran

Saran pada laporan praktikum briket arang tempurung kelapa sawit adalah perlunya dilakukan pengujian kerapatan, keteguhan tekan, dan kalor dalam menentukan klasifikasi kualitas briket arang tempurung kelapa sawit.


DAFTAR PUSTAKA

Badan Peneliti dan Pengembangan Kehutanan. 1994. Pedoman Teknis Pembuatan Briket Arang. Departemen Kehutanan. Bogor.

Hartoyo, J., dan Roliadi, H. 1978. Pembuatan Briket Arang dari Lima Jenis Kayu Indonesia. Pusat Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Hendra, D. dan Pari, G. 2000. Peyempurnaan Teknologi Pengolahan Arang. Badan Peneliti dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.

Nurhayati, T. 1983. Sifat Arang, Briket Arang beberapa Jenis Kayu dari Limbah Industri Kayu. Laporan PPPHH/FPRDC. Bogor.

Qian et al. 2011. Combustion and no Emission of High Nitrogen Content Biomass in a pilot-Scale Vortexing, Fluidiced Bed Combustor. Bioresoure Tecnology, 102 (2), 1892-1898.

Sofia, dkk. 2018. Karakteristik Biopelet Dari Limbah Padat Kayu Putih dan Gondorukem. IPB. Bogor.

Sudrajat, R. 1983. Pengaruh Bahan Baku, Jenis Perekat, dan Tekanan Kempa terhadap Kualitas Briket Arang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.

Suryani, A. 1986. Pengaruh Tekanan Pengempaan dan Jenis Perekat dalam Pembuatan Briket Arang dari Tempurung Kelapa Sawit (Elaeis quinensis Jacq). IPB. Bogor.

Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk Gergajian Kayu Afrika (Maesopsis emini Engl) dan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dengan Penambahan Tempurung Kelapa (Cocos nucifera L.) IPB. Bogor

Yilmaz, S., dan Selim, H. 2013. A Review on the Methode for Biomass to Energy Conversion Systems Design. Renewnable and Sustainable Energy Review, 25 (c), 420-430.


Silahkan download full laporan praktikum briket arang tempurung kelapa sawit.

Download full-text PDF


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel