3 Jenis Produk Hasil Hutan

3 Jenis Produk Hasil Hutan

Postingan ini diperbarui 04 November 2021

Pada umumnya produk yang banyak diproduksi pada lingkup hutan yaitu kayu. Karena hutan terdiri atau lebih dominan vegetasinya berupa pohon. Akan tetapi hutan ini juga mampu memberikan berbagai produk hasil hutan bukan kayu. Pada kesempatan ini kita akan membahas jenis produk hasil hutan baik baik hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu.

Hasil hutan adalah kumpulan dari beberapa material yang dapat dimanfaatkan bersumber dari hutan dalam penggunaan komersial seperti kayu potong, kertas, dan pakan hewan ternak. Hasil hutan juga merupakan seluruh produk-produk yang dihasilkan dari hutan meliputi produk dari pohon, tumbuhan, hewan, dan organisme.

Produk merupakan suatu hal yang bersifat kompleks, yang dapat diraba maupun tidak dapat diraba, yang didalamnya termasuk kemasan, harga, prestise perusahaan dan pelayanan jasa perusahaan yang diterima oleh pembeli untuk memuaskan keinginan dan kebutuhannya.

Berikut 3 jenis produk hasil hutan adalah.

Baca juga: 5 Tanaman Penghasil Minyak Atsiri


1. Minyak Atsiri

Minyak Atsiri
Sumber: https://www.dekoruma.com/

Minyak atsiri merupakan salah satu jenis produk hasil hutan yang zat yang berbau khas yang terkandung dalam tanaman. Minyak atsiri diperoleh dari famili Pinaceae, Labiatea, Compositae, Lauraceae, Rutaceae, Zingbereceae, Umbelliferae, dan Myrtaceae.

Minyak atsiri ini juga disebut dengan minyak menguap (volatile oil), minyak eteris (ethereal oil) dan minyak esensial (essential oil). Minyak atsiri umumnya tidak berwarna dalam keadaan segar dan murni namun pada penyimpanan lama warnanya berubah menjadi lebih gelap karena oksidasi (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Minyak atsiri dalam tumbuhan terdapat dalam berbagai jaringan, seperti di dalam rambut kelenjar (pada paku Labiatae), di dalam sel-sel parenkim (pada suku Zingberaceae dan Piperaceae), di dalam rongga-rongga skizogen dan lisigen (pada suku Myrtaceae, Pinaceae, dan Rutaceae) di dalam saluran minyak pada suku Umbelliferae (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Minyak atsiri pada tumbuhan berperan sebagai pengusir serangga pemakan daun. Sebaliknya minyak atsiri dapat berfungsi sebagai penarik serangga guna membantu proses penyerbukan dan sebagai candangan makanan.

Minyak astiri mempunyai perbedaan komposisi yang disebabkan perbedaan jenis tanaman penghasil, kondisi iklim, tanah tempat tumbuh, umur panen, metode ekstraksi yang digunakan dan cara penyimpanan minyak (Sasrohamidjojo, 2004). Minyak atsiri sebagian besar terdiri dari senyawa terpena, yaitu senyawa produk alami yang strukturnya dapat dibagi ke dalam satuan-satuan isopren.

Minyak atsiri biasanya teridiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon, hidrogen, dan oksingen, serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen dan belerang (Guenther, 1948).

Mutu minyak atsiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari pemilihan varietas, kondisi bahan baku, peralatan, metode penyulingan, serta cara penyimpanan produk. Jika semua persyaratan tersebut tidak terpenuhi, hasil dari produk minyak astiri yang didapat tidak akan terpenuhi (Guenther, 1948).

Sifat-sifat minyak atsiri salah satunya memiliki bau khas, umumnya bau ini mewakili bau tanaman asalnya. Bau minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda, sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-masing komponen penyusun. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, menggigit, memberikan kesan hangat sampai panas, atau justru dingin ketika sampai kulit, tergantung dari jenis komponen penyusunnya.

Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada kertas yang ditempel. Pada umumnya tidak dapat tercampur dengan air, tetapi cukup dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air walaupun kelarutannya sangat kecil dan sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan Mulyani, 2004).


2. Pelet Kayu

Pelet Kayu
Sumber: http://agroindonesia.co.id/

Pelet kayu adalah salah satu jenis produk hasil hutan yang bahan bakar padat berbasis limbah biomassa yang memiliki ukuran lebih kecil dari briket (Windarwari, 2011). Bahan tambahan perekat tapioka dan sagu merupakan bahan yang sering digunakan dalam pembuatan pelet kayu karena mudah didapat, harganya relatif  murah dan dapat menghasilkan kekuatan rekat kering yang tinggi serta tidak membahayakan dalam penggunaanya.

Penggunaan perekat tidak melebihi 5% karena semakin besar penambahan perekat, maka akan mengakibatkan bertambahnya kadar air pada pelet kayu. Hal ini akan mengurangi nilai pembakaran pelet kayu.

Pelet merupakan salah satu bentuk biomassa, yang diproduksi pertama kali di Swedia pada tahun 1980-an. Pelet dapat digunakan sebagai pemanas ruang untuk ruang skala kecil dan menengah. pelet merupakan hasil pengempaan biomassa yang memiliki tekanan yang lebih besar jika dibandingkan dengan briket dengan massa 60 kg m kubik, kadar abu 1% dan kadar air kurang dari 10%.

Biopelet diproduksi oleh suatu alat dengan mekanisme pemasukan bahan secara terus menerus serta mendorong bahan yang telah dikeringkan dan termampatkan melewati lingkaran baja dengan beberapa lubang yang memiliki ukuran tertentu. Proses pembuatan biopelet adalah  menggunakan  proses densifikasi. Proses densifikasi dilakukan pada bahan berbentuk curah atau memiliki sifat fisik yang tidak beraturan. Terdapat tiga tipe proses densifikasi, antara lain: extruding, briquetting, dan pelleting.


3. Briket Arang

Briket Arang
Sumber: https://regional.kompas.com/

Briket arang adalah salah satu jenis produk hasil hutan yang pembuatannya dari hasil pembakaran bahan yang mengandung karbon yang terbentuk padat dan berpori. Sebagian besar porinya masih tertutup oleh hidrogen, ter, dan senyawa organik lain yang komponennya terdiri dari abu, air, nitogren, dan sulfur. Arang ini dapat dijadikan sebagai briket arang yang digunakan sebagai sumber energi alternatif minyak tanah dan kayu bakar yang harganya semakin naik, sehingga dapat menghemat pengeluaran biaya bulanan (Triono, 2006).

Briket arang pada pembuatannya membutuhkan arang yang cukup halus. Ukuran serbuk arang dapat berpengaruh terhadap ketenguhan tekan dan kecepatan pembakaran, selain itu ukuran partikel arang yang terlalu besar akan sukar pada waktu dilakukan perekatan, sehingga mengurangi keteguhan tekan briket arang yang dihasilkan. Sebaiknya serbuk arang yang akan digunakan digiling dan disaring untuk memperoleh ukuran 20-40 mesh.

Pencampuran serbuk arang yang lebih halus dari 40 mesh dapat dilakukan asal proporsinya tidak lebih dari 30% volume. Perbedaan serbuk arang berpengaruh terhadap ketenguhan tekan dan kerapatan briket arang. Dalam hal penggunaan ukuran serbuk arang diperoleh kecendurangan bahwa makin tinggi ukuran serbuk makin tinggi pula kerapatan dan keteguhan tekan briket arang (Nurhayati, 1983).

Arang dapat dibedakan dalam tiga jenis yaitu arang hitam yang dibuat pada suhu karbonisasi 400-700 derajat celsius, arang putih pada suhu karbonisasi diatas 700 derajat celsius dan serbuk arang. Arang hitam digunakan dalam pengolahan biji besi, silikon, titanium, magnesium, karbon aktif, serbuk hitam, dan karbon disulfida. Arang putih digunakan dalam pembuatan karbon bisulfida, natrium sulfida dan natrium cyanida. (Triono, 2006).

Baca juga: Briket Arang dan Pelet Kayu


Sumber:

Armando dan Rochim. 2009. Memproduksi Minyak Atsiri Berkualitas. Cetakan I. Penebaran Swadaya. Jakarta.

Guenther, E. 1948. The Essential Oils. Penerjemah : Ketaren, S. 1987. Minyak Atsiri. Jilid I. Universitas Indonesia. Jakarta .

Gunawan, D., dan Mulyani, S. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi). Jilid I. Penebar Swadya. Jakarta.

Idris, A. 2014. Analisis Kualitas Minyak Nilam (Pogestemon cabli Benth) Produksi Kabupaten Buol. Universitas Tadulako. Palu.

Nurhayati, T. 1983. Sifat Arang, Briket Arang beberapa Jenis Kayu dari Limbah Industri Kayu. Laporan PPPHH/FPRDC. Bogor.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Triono, A. 2006. Karakteristik Briket Arang dari Campuran Serbuk Gergajian Kayu Afrika (Maesopsis emini Engl) dan Sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) dengan Penambahan Tempurung Kelapa (Cocos nucifera L.) IPB. Bogor.

Winata A. 2013. Karakteristik Biopelet dari Campuran Serbuk Kayu Sengon dengan Arang Sekam Padi sebagai Bahan Bakar Alternatif terbarukan. Skripsi. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Windarwari. 2011. Uji Kinerja Rotary Dryer berdasarkan Efisiensi Termal Pengeringan Serbuk Kayu untuk Pembuatan Biopelet. Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 21, April 2011.


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel