Metode Penelitian Uji Fitokimia Ekstrak (Ekstraksi dan Fraksinasi)

Metode Penelitian Uji Fitokimia Ekstrak (Ekstraksi dan Fraksinasi)

Fitokimia merupakan ilmu pengetahuan yang menguraikan aspek kimia suatu tanaman. Kajian fitokimia meliputi uraian yang mencangkup aneka ragam senyawa organik yang dibentuk dan disimpan oleh organisme, yaitu struktur kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara alamiah dan fungsi biologisnya, isolasi dan perbandingan komposisi senyawa kimia dari bermacam-macam jenis tanaman (Putranti, 2013). 

Uji fitokimia yaitu pemeriksaan kandungan kimia secara kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu tumbuhan. Pemeriksaan diarahkan pada senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan tanin (Susanti et al., 2015).

Berikut metode penelitian uji fitokimia ekstrak adalah.

Baca juga: 5 Senyawa Metabolit Sekunder


A. Pengambilan Daun Tumih

Pengambilan daun tumih sebanyak 2,5 kg dilakukan di sekitar Universitas Palangka Raya jalan Yos Sudarso Ujung (H:2˚13’31.97˚S; V:113˚52’2.01˚) pada pagi hari. Kissinger et al. (2013) menyatakan daun diambil dari urutan >3 dari pucuk daun pohon. Daun yang masih segar disimpan dalam kantungan plastik agar tidak terjadi penguapan dan terkena kotoran selama perjalanan ke laboratorium.


B. Pembuatan Simplisa

Simplisa adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan apapun. Macam-macam simplisa antara lain simplisa nabati, simplisa hewani dan simplisa pelikan (mineral). Simplisa nabati adalah simplisa yang berupa tumbuhan utuh, bagian tumbuhan atau eksudat tumbuhan. Eksudat tumbuhan adalah isi sel yang keluar secara spontan dari tumbuhan atau isi sel yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tumbuhannya dan belum berupa senyawa kimia murni (Chandra, 2012). 

Daun yang sudah diambil selanjutnya dilakukan pencucian dengan menggunakan air kran untuk menghilangkan kotoran, debu dan pasir kemudian ditiriskan. Sampel ditimbang untuk mengetahui berat awal (Ba), kemudian sampel dikeringkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari secara langsung guna menghindari kerusakan senyawa bioaktif suatu bahan (Putranti, 2013). Daun dikering udarakan sampai diperoleh kadar air tidak lebih dari 10% (Febriani et al., 2015). Untuk mendapatkan kadar air kering udara daun, terlebih dahulu  dikeringtanurkan dengan oven kayu dengan suhu ±103˚C selama empat jam sehingga didapatkan berat kering tanur (Bk).

Selanjutnya daun tumih yang sudah kering dihaluskan dengan blender, kemudian diayak dengan ukuran partikel lolos 40 mesh tertahan di 60 mesh untuk mendapatkan serbuk yang seragam. Hasil saringan selanjutnya disimpan dalam kantong plastik yang kedap udara dan diberi label.


C. Ekstraksi dan Fraksinasi

Ekstraksi merupakan pemisahan zat berkhasiat yang terkandung dalam jaringan tumbuhan atau hewan dari komponen inaktif atau inert menggunakan pelarut selektif. Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengektraksi zat aktif dari simplisa nabati atau simplisa hewani menggunakan pelarut yang sesuai.

Ekstrak yang didapat dari tumbuhan berupa cairan, semi padat atau serbuk yang relatif tidak murni dan digunakan hanya untuk penggunaan eksternal. Sediaan ekstrak tumbuhan antara lain dekokta, infusa, cairan, tinktura, pil, dan serbuk.

Tujuan dari prosedur ekstraksi terstandar adalah untuk mencapai kadar yang dibutuhkan secara terapeutik dan untuk mengurangi material inert dengan menggunakan pelarut selektif. Standarisasi prosedur ekstraksi berpengaruh  secara signifikan terhadap kualitas obat herbal yang dibuat. Ekstrak yang telah siap digunakan sebagai agen pengobatan dalam bentuk tinktura atau ekstrak cair, selanjutnya diproses untuk dibuat dalam berbagai sediaan seperti tablet atau kapsul atau ekstrak tersebut difraksinasi untuk diisolasi senyawa kimia tunggal yang terkandung di dalamnya (Chandra, 2012).

Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair dengan zat cair. Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu dari non polar, semi polar, dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non polar akan larut dalam pelarut non polar seperti seperti eter, kloroform dan n-heksana, yang semi polar akan larut dalam pelarut semi polar, dan yang bersifat polar akan larut kedalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol dan air.

Pelarut yang bersifat polar mampu mengekstrak senyawa alkaloid kuartener, komponen fenolik, karotenoid, tanin, gula, asam amino dan glikosida. Pelarut semi polar mampu mengekstrak senyawa fenol, terpenoid, alkaloid, aglikon dan glikosida. Pelarut non polar dapat mengekstrak senyawa kimia seperti lilin, lipid dan minyak yang mudah menguap (Putranti, 2013). 

Simplisia daun tumih sebanyak 250 g dimaserasi dengan metanol menggunakan perbandingan 1:2. Setiap tiga jam sekali dilakukan pengadukkan supaya serbuk terlarut dengan pelarut. Proses maserasi selesai apabila diperoleh filtrat bening pada suhu ruangan pada tekanan 1 atm.  Ekstrak metanol daun tumih yang diperoleh kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40 derajat celsius untuk mendapatkan ekstrak kasarnya dan dilakukan uji fitokimia untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder.

Proses selanjutnya 20 g  ekstrak kasar di fraksinasi bertingkat dengan pelarut pertama n-heksan. Campuran ekstrak kasar dikocok dalam corong pemisah selama 10-15 menit kemudian dibiarkan sampai terjadi pemisahan antara ekstrak dengan n-heksan. Pencampuran dilakukan sampai filtrat menjadi bening. Pada tahap ini pemisahan sehingga diperoleh fitrat fraksi pelarut n-heksan dan residu. Selanjutnya residu yang didapat dilakukan pencampuran kembali secara urut menggunakan pelarut etil asetat dan etanol. Filtrat ekstrak masing-masing fraksi dipekatkan lagi dengan vacum rotary evaporator (Frindryani, 2016).

Baca juga: 8 Metode Ekstraksi Jahe


D. Uji Fitokimia

Uji fitokimia merupakan uji kualitatif yang dilakukan untuk mengetahui komponen bioaktif yang terkandung dalam ekstrak daun tumih. Analisis fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan tanin.

1. Uji Alkaloid

Alkaloid adalah golongan senyawa yang bersifat basa, mengandung satu atau lebih atom nitrogen biasanya dalam gabungan berbentuk siklik, serta dapat dideteksi dengan cara pengendapan menggunakan pereaksi Mayer dan Wagner, Dragendroff, dan Bouchardat. Alkaloid sebagian besar berbentuk kristal padat dan sebagian kecil berupa cairan pada suhu kamar, memutar bidang polarisasi dan terasa pahit (Susanti et al., 2015).

Senyawa ini bersifat basa dan merupakan senyawa polar. Senyawa alkaloid bekerja dengan cara menganggu sistem kerja saraf (neuromuscular toxic) larva, menghambat daya makan larva dan bertindak sebagai racun perut (Setyaningrum et al., 2014). 

Sejumlah 0,1 g sampel dilarutkan dalam 3 tetes asam sulfat 2 N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff (Handayani, 2013). 

Berikut pembuatan larutan pereaksi Mayer, Wagner dan Dragendorff untuk uji alkaloid.

a. larutan Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g HgCl2 ditimbang dan dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling. Kemudian dicampur dan ditambahkan air suling hingga 100 ml.


b. Larutan Pereaksi Wagner

Sebanyak 1,27 g I2 dan 2 g KI dilarutkan dalam aquadest, kemudian diencerkan dengan aquadest hingga 100 ml.


c. Larutan Pereaksi Dragendorff

Pembuatan pereaksi Dragendorff untuk pereaksi kualitatif, sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat ditimbang dan dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat. Pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling sampai 100 ml.


2. Uji Flavonoid

Flavonoid merupakan senyawa yang terdapat pada tumbuhan berpembuluh. Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai glikosida dan aglikon flavonoid. Menganalisis flavonoid biasanya yang diperiksa adalah aglikon dalam ekstrak dalam tumbuhan yang sudah dihidrolisis. Pendektesian adanya senyawa ini dapat dilakukan dengan menambahkan larutan besi (III) klorida 1% dalam air atau etanol yang menimbulkan warna hijau atau hitam kuat (Susanti et al., 2015).

Senyawa flavonoid berfungsi sebagai anti mikroba, obat infeksi pada luka, anti jamur, anti virus, anti kanker, dan anti tumor. Selain itu flavonoid juga dapat digunakan sebagai anti bakteri, anti alergi, sitotoksik, dan anti hipertensi (Hadiyan et al., 2014). Senyawa flavonoid bekerja dengan cara menghambat makan dan bersifat toksis untuk serangga (Setyaningrum et al., 2014). 

Metode (Ningsih et al., 2016) sebanyak 0,1 g ekstrak dilarutkan dalam 2 ml metanol, kemudian ditambahkan serbuk 0,1 g Mg dan HCl pekat sebanyak 5 tetes. Adanya senyawa flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah atau jingga.


3. Uji Saponin

Saponin adalah glikodida triterpen yang merupakan senyawa aktif permukaan dan dapat menimbulkan busa jika dikocok dengan air. Identifikasi saponin dapat dilakukan dengan mengocok ekstrak bersama air hangat di dalam tabung reaksi dan akan timbul busa yang dapat bertahan lama, setelah penambahan HCl 2N busa tidak hilang (Susanti et al., 2015).

Senyawa aktif saponin memiliki efek kerja menurunkan tegangan permukaan selaput mukosa traktus digestivus larva sehingga dinding traktus digestivus larva menjadi korosif dan proses metabolisme mengalami gangguan perut (Setyaningrum et al., 2014). 

Metode (Ningsih et al., 2016) sebanyak 0,1 g ekstrak dilarutkan dalam aquades pada tabung reaksi ditambah 10 tetes KOH dan dipanaskan dalam penangas air 50 °C selama 5 menit, dikocok selama 15 menit. Jika terbentuk busa mantap setinggi 1 cm dan tetap stabil selama 15 menit menunjukkan adanya senyawa saponin.


4. Steroid

Steroid adalah molekul kompleks yang larut di dalam lemak dengan 4 cincin yang saling bergabung (Putranti, 2013). Senyawa ini penting sebagai pengatur aktivitas biologis dalam organisme hidup. Steroid dibentuk oleh bahan alam yang disebut sterol. Sterol merupakan senyawa yang terdapat pada lapisan malam (lilin) daun dan buah yang berfungsi sebagai pelindung untuk menolak serangga dan serangan mikroba (Ningsih et al., 2016).

Sebanyak 0,1 g ekstrak dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi. Asetat pekat diencerkan menggunakan air dan alkohol menjadi 10 ml ditambahkan sebanyak 10 tetes kemudian ditambahkan asam sulfat pekat 3 tetes ke dalam campuran tersebut. Hasil uji positif mengandung steroid yaitu dengan terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau (Handayani, 2013).


5. Tanin

Tanin merupakan senyawa yang umum terdapat pada tumbuhan berpembuluh, memiliki gugus fenol, rasa sepat dan mampu menyamak kulit karena kemampuannya menyambung-silang protein. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang tak larut dalam air (Susanti et al., 2015). Tanin bekerja dengan cara mengendapkan protein dan dapat merusak membran sel.

Senyawa tanin merupakan senyawa organik yang aktif menghambat pertumbuhan mikroba dengan mekanisme merusak dinding sel mikroba dan membentuk ikatan dengan protein fungsional sel mikroba. Tanin juga merupakan senyawa yang bersifat lipofilik sehingga mudah terikat pada dinding sel dan mengakibatkan kerusakan dinding sel (Sudira et al., 2011).

Sebanyak 0,1 g ekstrak sampel ditambahkan 5 ml akuades kemudian didihkan selama beberapa menit, kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 3 tetes FeCl3. Warna biru tua atau hitam kehijauan yang terbentuk menandakan adanya tanin (Arifah et al., 2016). 


Sumber:

Arifah, C. N., Saleh, C., & Erwin. 2016. Uji Fitokimia dan Uji Stabilitas Zat Warna dari Ekstrak Biji Buah Alpukat (Persea Americana Mill) dengan Metode Spektroskopi Uv-Vis. Jurnal Atomik. Vol 01 (1):18-22.

Chandra, R. A. 2012. Isolasi Uji Aktivitas Antioksi dan Senyawa Alkaloid dari Ekstrak Daun Phoebe decliana Ness. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,UI. Depok. 

Febriani, D., Mulyanti, D., & Rismawati, E. 2015. Karakterisasi Simplisa dan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Anonna muricata Linn) (ed). Prosiding Penelitian SPeSIA Unisbe 2015. ISSN 2460-6472 :475-480 Farmasi Gelombang 2, Tahun Akademik 2014-2015. Fakultas MIPA Unisba. Bandung.

Handayani, S. 2013. Kandungan Flavonoid Kulit Batang dan Daun Pohon Api Api (Avicennia Marina (Forks.)Vierh.) sebagai Senyawa Aktif Antioksidan. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, ITB. Bogor.

Kissinger, Thamrin G., & Muhanayah R. 2012. Konservasi Keanekaragaman Hayati Hutan Kerangas Berbasis Penemuan Bioaktivitas Tumbuhan Sebagai Antidiabetes. Prosiding InSINes 1316:238-241.

Ningsih, D., Zusfahir, & Kartika D. 2016. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder serta Uji Aktivitas Ekstrak Daun Sirsak sebagai Antibakteri. Molekul Vol. 11. No. 1. Mei, 2016: 101 - 111 

Putranti, RI. 2013. Skrining Fitokimia dan Aktivitas Antioksidan Ekstrak Rumput Laut Sargassum duplicatum dan Turbinaria ornata dari Jepara. Tesis. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UNDIP. Semarang.

Setyaningrum E., Nariratri A. S., Saftarina F., & Kurniawan B. 2014. Uji Efektivitas Ekstrak Buah Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa (Scheff.) Boerl) sebagai Larvasida Terhadap Larva Aedes aegypyti Instar III. Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung. Lampung.

Sudira, I. W., Merdana, I., & Wibawa, I. 2011. Uji Daya Hambat Ekstrak Daun Kedondong (Lannea Grandis Engl) terhadap Pertumbuhan Bakteri Erwinia carotovora. Buletin Veteriner Udayana, 3(1), 45-50. 

Susanti, N. M. P., Warditiani, N. K., Laksmiani, N. P. L., Widjaja, I. N. K., Rismayanti, A. A. M. L., & Wirasuta I. M. A. G. 2015. Perbandingan Metode Ekstraksi dan Refluks Terhadap Rendemen Andrografolid dari Herba Sambiloto (Andrographis panoculata (Burm F. Ness). Jurnal Farmasi FMIPA Udayana. Bali. 


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel