Makalah Konsep dan Penerapan PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) di PT. Korintiga Hutani

Makalah Konsep dan Penerapan PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) di PT. Korintiga Hutani

Postingan ini diperbarui 29 September 2021

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan hutan produksi seluas kurang lebih 82,4 juta ha merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan secara seimbang untuk mendukung pembangunan kehutanan berkelanjutan, yang diarahkan bagi sebesar besarnya kemakmuran rakyat. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008.

Kawasan hutan produksi sebagai salah satu wilayah pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukkannya dalam Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH), dapat dikelola secara efisien dan lestari dalam bentuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) yang merupakan bagian dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota.

Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) tersebut, dimana termasuk Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) di dalamnya, luasnya ditetapkan oleh Menteri Kehutanan dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas pengelolaan hutannya. Dan dalam pengelolaannya tersebut, peran pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintan Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya, bertanggung jawab terhadap pembangunan KPH dan infrastrukturnya.

Selain itu, telah diamanatkan juga bahwa kawasan hutan produksi tersebut dapat dimanfaatkan dengan pemberian izin pemanfaatan kawasan, izin pemanfaatan jasa lingkungan, izin pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu, izin pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Sedangkan penggunaan kawasan untuk kegiatan di luar sektor kehutanan seperti pertambangan dan non pertambangan dilakukan dengan pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan.

Perkembangan kebijakan mengenai sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL) dimulai pada tahun 2000 dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Kehutanan (Kepmenhut) Nomor 09.1/kptsII/2000. Aturan penilaian kinerja PHPL sampai dengan saat ini telah mengalami beberapa revisi. Kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan sertifikasi PHPL pada hutan alam yang berlaku saat ini adalah Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (PermenLHK) Nomor P.95/Menhut-II/2014.

Secara politik penerapan kebijakan sertifikasi PHPL pada hutan alam produksi merupakan label kepatuhan (compliance) pengelola hutan di Indonesia terhadap regulasi pemerintah. Harapan dari kepatuhan atas hukum tersebut adalah pasar internasional akan melihat bahwa hutan alam produksi di Indonesia dikelola berdasarkan tata kelola kebijakan yang baik pada sektor kehutanan.

Kepatuhan yang dimaksud adalah untuk mengikuti suatu standar atau hukum yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang pada bidang kehutanan. Sementara sertifikasi yang bersifat sukarela seperti LEI dan FSC memiliki metoda penilaian yang sama yaitu berdasarkan performance (Gultom, Astana, Effendy, & Kurniawan, 2014). Kewajiban pelaksanaan sertifikasi PHPL dilihat sebagai hal yang kontradiktif.

Kebijakan pemerintah mengenai sertifikasi PHPL seharusnya bertujuan untuk memaksimalkan nilai dan fungsi hutan dengan melakukan sertifikasi sebagai pemenuhan kesesuaian standar kelestarian hutan.

Namun pada kenyataan riil di lapangan sertifikasi PHPL hanya menjadi alat bukti pada pasar internasional bahwa produksi kayu dari Indonesia telah memenuhi syarat kepatuhan terhadap peraturan peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan. Kondisi demikian menjadikan pertanyaan apakah memang aturan pemerintah untuk melaksanakan sertifikasi PHPL menjadi tidak sesuai dengan tujuan proses sertifikasi yang sebenarnya.

PHPL yang berada dikalimantan mempunyai surat sertifikasi pada PT. Korintiga Hutani yang berlokasi di Lamandau. PHPL ini mempunyai keunikan tersendiri dalam mengelola produksi hasil hutan. Sehingga makalah ini disusun untuk mengetahui kriteria dan indikator yang dimiliki PT Korintiga Hutani.


1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dari makalah ini adalah bagaimana kriteri dan indikator yang dimiliki PT Korintiga Hutani yang berlokasi di Lamandau?


1.3 Tujuan Makalah

Tujuan makalah adalah untuk memahami dan mengetahui kriteria dan indikator PT Korintiga Hutani yang berlokasi di Lamandau.

Baca juga: 5 Kegiatan Perencanaan Kehutanan


II. ISI

Proses penilaian Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) atau sering juga disebut Sustainable Forest Management (SFM) harus memperhatikan empat bagian penting yaitu prasyarat, kesinambungan produksi, aspek ekologi dan aspek sosial.

Penilaian ini dapat dilakukan oleh tim audit yang memiliki keterkaitan dengan bidang yang sama pada tim yang akan dinilai. Dalam hal ini tim yang melakukan penilaian pada PHPL PT Korintiga Hutani adalah PT Mutuagung Lestari yang beralamat : Jl. Raya Bogor Km. 33,5 No. 19 Cimanggis, Depokyang dilakukan sejak 2 April 2016-30 April 2016 dan pengambilan keputusan pada 23 Mei 2016. Hasil penilikan PHPL PT Korintiga Hutani adalah berpredikat sehingga S-PHPL tetap berlaku. Adapun penilaian yang dilakukan PT Mutu agung Lestari terhadap PT Korintiga Hutani adalah sebagai berikut:


A. Prasyarat

Prasyarat Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
Sumber: https://kuliahdimana.id/

1. Kepastian Kawasan Pemegang IUPHHK-HTI

Pada bagian ini, ketersediaan dokumen legal dan administrasi tata batas (PP, SK IUPHHK-HTI, Pedoman TBT, Buku TBT, Peta TBT) PT Korintiga dapat menunjukkan bukti kelengkapan dokumen legal SK IUPHHK-HT 219/KPTS-II?1998 tanggal 27 februari 1998 dan adendumnya yang ke-4 Nomor SK.201?Menhut-II/2011 tanggal 8 April 2011 dengan masa berlaku 35 tahun (tambah 1 daur) sejak tanggal ditetapkan.

Kelengkapan administrasi tata batas yang tersedia sesuai dengan tingkat pelaksanaan penataan batas sudah sesuai dan disahkan tanggal 19 Maret 2015 serta lampiran Peta Hasil TBT. Pada 18 Februari 2016, PT Korintiga Hutani pernah dikenai sanksi administrative Pembekuan Ijin Lingkungan No 660/123/II/BLH/2010 yang kemudian diberlakukan kembali dengan SK Kemen.LHK No 158/Menlhk/Setjen/PHPLHK.0/2/2016 dan akhirnya menandatangani nota kesepakatan kesanggupan mengembalikan areal bekas kebakaran.


2. Komitmen Pemegang IUPHHK-HTI

Keberadaan dokumen visi, misi dan tujuan perusahaan sesuai dengan PHPL verifier Sosialisasi visi, misi dan tujuan perusahaan dengan baik kepada negara sesuai Permen LHK No P.77/Menlhk-Setjen/2015. PT Korintiga Hutani telah merealisasikan tata batas areal kerja di lapangan sepanjang meter mencapai tata batas temu gelang (100%) pada tahun 2002 dan 2013 pengesahan Direktur Pengukuhan dan Tenurial Kawasan Hutan a.n Dirjen Planologi Kehutanan tanggal 19 Maret. Pada seluruh trayek batas areal kerja PT KTH tidak terdapat konflik batas dengan para pihak lainnya.

Pada tahun 2013, terdapat SK Menhut tentang perubahan fungsi kawasan hutan Provinsi Kalimantan Tengah, sebagian fungsi kawasan hutan areal kerja PT KTH berubah fungsi dari HP menjadi APL pada tahun 2014.

Perubahan telah dimasukkan ke dalam revisi RKU. PT KTH telah mendata penggunaan kawasan di luar sektor kehutanan dan melaporkannya ke instansi terkait namun laporan yang sudah dibuat belum sesuai dengan format ketentuan Pedirjen BPK No S 609/VI-BPPHP/2009 sehingga PT KTH masih perlu melengkapi informasi penggunaan kawasan di luar sector kehutanan dan meningkatkan upaya pencegahan penggunaan kawasan tanpa ijin.

PT KTH memiliki kelengkapan dokumen visi dan misi tertulis yang legalitasnya ditetapkan oleh direktur Utama dan Pengesahan RKU. Keberadaaan dokumen visi dan misi tersebut terdapat kesesuaian dengan kerangka PHPL, yang akan dicapai melalui pencapaian target RKU yang implementasinya berpedoman pada SOP terkait dengan kelola produksi, kelola ekologi dan kelola sosial. PT KTH nuga telah melakukan sosialisasi mulai dari level pemegang ijin dan masyarakat sekitar hutan dilengkapi bukti materi dan daftar hadir serta foto kegiatan.


3. Jumlah dan kecukupan tenaga Profesional Bidang Kehutanan pada Seluruh Tingkatan Untuk Mendukung Pemanfaatan Implementasi Penelitian, Pendidikan dan Latihan

Keberadaan tenaga kerja professional bidang kehutanan baik itu sarjana kehutanan maupun tenaga teknis menengah kehutanan di lapangan pada setiap bidang kegiatan pengelolaan hutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku yang menerapkan peningkatan kompetensi SDM.


4. Kapasitas dan mekanisme untuk Perencanaan Pelaksanaan Pemantauan Periodik, Evaluasi dan Penyajian Umpan Balik Mengenai Kemajuan Pencapaian (Kegiatan) IUPHHK –HTI

Visi dan misi PT KTH sebagai unit usaha hutan tanaman industry sudah menunjukkan sebagian besar implementasi PHL terkait kelola produksi, ekologi dan sosial yang dituangkan dalam 18 sasaran strategis sesuai RKU yang impelmentasinya baru memasuki tahun ke 6 dan berpedoman pada 88 jenis SOP. Implementasi terhadap prosedur yang ada masih perlu ditingkatkan sesuai dengan rekomendasi yang disampaikan penilai kelola ekologi dan kelola sosial.

Keberadaan tenaga professional bidang kehutanan di PT KTH sudah tersedia 5 jenis kualifikasi sesuai dengan Perdirjen BPK No P 16/PHPL-IPHH/2015 pada tanggal 24 November 2015. PT KTH dapat menunjukkan kelengkapan dokumen ketenagakerjaan mencakup data karyawan WNI dan WNA sesuai dengan laporan ketenagakerjaan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Lamandau dan Kotawaringin Barat, kepesertaan BPJS, serikat pekerja PKB dan pengupahan mengacu UMRSP Kalimantan Tengah tahun 2016.

PT KTH memiliki strutur organisasi dan deskripsi pekerjaan yang disahkan oleh Direktur unit kerja dalam struktur organisasi terdapat bagian yang menangani kelola PHPL sesuai job description dann tidak ada rangkap jabatan. Selain itu terdapat juga perangkat Sistem Informasi Manajemen dan tenaga pelaksana keberadaan SPI/internal auditor dan efektivitasnya yang mengacu pada tindakan pencegahan dan perbaikan manajemen berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi.


5. Persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan (PADIATAPA)

Persetujuan dalam proses penetapan kawasan lindung sedang perangkat keras dan perangkat lunak. SIM yang memadai berupa aplikasi berbasis computer internal dan eksternal berupa SI-PUHH online dengan tenaga kerja pelaksana user ID yang sudah ditetapkan oleh Direktur PT KTH yang telah membentuk SPI/ internal auditor.

Kelembagaan SPI ditetapkan berdasarkan SK direktur. Kapasitas kewenangannya cukup memadai namun dalam hal mengontrol seluruh tahapan kegiatan masih perlu ditingkatkan ruang lingkupnya sesuai tahapan kegiatan PHPL dan menyusun program audit yang terintegrasi dengan jadwal audit internal lainnya. PT KTH dapat menunjukkan Laporan hasil SPI/ audit internal tahun 2015 yang di dalamnya terangkum kegiatan monitoring dan evaluasi yang dituangkan ke dalam 4 surat hasil.

Baca juga: Teknologi Proses Pengolahan Hasil Hutan pada Mebel Palangka Raya


B. Kesinambungan Produksi

Kesinambungan Produksi
Sumber: https://manadopost.jawapos.com/

1. Penataan areal kerja jangka panjang dalam pengelolaan hutan lestari

Keberadaan dokumen rencana jangka panjang (management plan) yang telah disetujui oleh pejabat berwenang. Kesesuaian implementasi penataan areal kerja di lapangan sesuai dengan rencana jangka panjang, pemeliharaan batas blok dan petak/compartemen kerja.


2. Tingkat pemanenan lestari untuk setiap jenis hasil hutan kayu utama dan nir kayu pada setiap tipe ekosistem

Terdapat data potensi tegakan per tipe ekosistem yang ada berbasis IHMB/Survey Potensi, ITSP, Risalah Hutan. Terdapat informasi tentang riap tegakan dan perhitungan internal berbasis data potensi/ hasil inventarisasi dan kondisi kemampuan pertumbuhan tegakan.


3. Pelaksanaan Penerapan tahapan sistem Silvikultur untuk menjamin Regenerasi hutan

Ketersediaan SOP seluruh tahapan kegiatan system silvikultur dan implementasi SOP seluruh tahapan kegiatan system silvikultur sesuai dengan kecukupan potensi tegakan. PT KTH telah mempunyai dokumen rencana jangka panjang berupa RKUPHHK-HTI periode 2011 s/d 2020 beserta peta lampiran yang telah disahkan dan disetujui oleh instansi ynag berwenang. PT KTH telah melakukan pemeliharaan batas blok dan petak di lapangan untuk RKT tahun 2015 dan 2016, namun masih ditemukan sebagian kecil tanda batas di lapangan yang belum jelas.


4. Ketersediaan dan penerapan teknologi ramah lingkungan dalam pemanfaatan hutan

Ketersediaan prosedur dengan pemanfaatan/pengelolaan hutan dan teknologi ramah lingkungan serta pemanfaatan limbah hutan sehingga limbah yang dihasillkan minimal.


5. Realisasi penebangan sesuai dengan rencana kerja penebangan/pemanenan/pemanfaatan pada areal kerjanya

Keberadaan dokumen rencana kerja jangka pendek (RKT) yang disusun berdasarkan rencana kerja jangka panjang (RKU) dan disahkan sesuai peraturan yang berlaku. Peta kerja dalam rencana jangka pendek dan jangka panjang sesuai dengan implemetasinya berupa penandaan batas blok tebangan/ dipanen/ dimanfaaatkan/ ditanam/ dipelihara beserta areal yang ditetapkan sebagai kawasan lindung.


6. Kesehatan finansial perusahaan dan tingkat investasi dan reinvestasi yang memadai dan memenuhi kebutuhan dalam pengelolaan hutan, administrasi, penelitian dan pengembangan, serta peningkatan kemampuan sumber daya manusia

Kesehatan finansial perusahaan dan tingkat investasi dan reinvestasi yang memadai rata-rata mampu menjamin kelestarian pemanenan karena potensinya>120M3/ha. Permudaan hutan tanaman PT KTH ini masih mampu menjamin terjadinya kelestarian pemanenan (75-89%) sesuai jarak tanam 3m x 3m. RKT tahun 2015 dan 2016 yang telah dibuat belum sepenuhnya mampu diterapkan terutama areal yang dilindungi. Realisasi alokassi dana yang cukup berdasarkan laporan penatausahaan keuangan yang dibuat sesuai dengan Pedoman Pelaporan Keuangan Pemanfaatn Hutan Produksi.


C. Aspek Ekologi

Aspek Ekologi
Sumber: https://moondoggiesmusic.com/

Aspek ekologinya adalah

  1. Keberadaan, kemantapan dan kondisi kawasan dilindungi pada setiap tipe hutan
  2. Perlindungan dan pengamanan hutan
  3. Pengelolaan dan pemantauan dampak terhadap tanah dan air akibat Pemanfaatan hutan
  4. Identifikasi spesies flora dan fauna yang dilindungi dan/atau langka (endangered), jarang (rare), terancam punah (threatened) dan endemik.
  5. Pengelolaan flora untuk : Luasan tertentu dari hutan produksi yang tidak terganggu, dan bagian yang tidak rusak dan Perlindungan terhadap species flora dilindungi dan/atau jarang, langka dan terancam punah dan endemik.
  6. Pengelolaan fauna untuk Luasan tertentu dari hutan produksi yang tidak terganggu, dan bagian yang tidak rusak dan Perlindungan terhadap spesies fauna dilindungi dan/atau jarang, langka dan terancam punah dan endemik.


D. Aspek Sosial

Aspek Sosial

1. Kejelasan Deliniasi Kawasan Operasional Perusahaan /Pemegang Izin dengan Kawasan Masyarakat Hukum Adat dan atau Masyarakat Setempat

Ketersediaan dokumen/laporan mengenai pola penguasaan dan pemanfaatan SDA/SDH setempat, terdapat identifikasi hak-hak dasar masyarakat hokum adat dan atau masyarakatt setempat dan rencana pemanfaatan SDH oleh pemegang ijin terseia mekamisme pembuatan batas/rekonstruksi batas kawasan secara parsitipatif dan penyelesaian konflik batas kawasan. Tersedia juga mekanisme pengakuan hak-hak dasar masyarakat hokum adat dan masyarakat setempat dalam perencanaan pemanfataan SDH.

Selain itu juga tersedia SOP pengelolaan fauna untuk sebagian jenis yang dilindungi dan/atau langka, jarang, terancam punah dan endemik yang terdapat di areal PT KTH, yaitu mencakup pengelolaan jenis-jenis mamalia dan burung, sedangkan pengelolaan untuk jenis-jenis reptil, amfibi, ikan dan serangga belum tersedia  Terdapat batas yang memisahkan secara tegas antara kawasan/ areal kerja unit manajemen dengan kawasan kehidupan masyarakat. Verifier Terdapat persetujuan para pihak atas luas dan batas areal kerja IUPHHK/KPH Indikator.


2. Implementasi tanggung jawab sosial perusahaan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku

Ketersediaan dokumen yang menyangkut tanggung jawab sosial pemegang izin sesuai dengan peraturan perundangan yang relevan/ berlaku. Ketersediaan mekanisme pemenuhan kewajiban sosial pemegang izin terhadap masyarakat. Kegiatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban pemegang izin terhadap masyarakat dalam mengelola SDH.

Realisasi pemenuhan tanggung jawab sosial terhadap masyarakat/ implementasi hak-hak dasar masyarakat hukum adat dan masyarakat setempat dalam pengelolaan SDH. Ketersediaan laporan/ dokumen terkait pelaksanaan tanggung jawab sosial pemegang perencenaan legal. Luas dan batas kawasan PT. KTH dengan kawasan kelola masyarakat seluruhnya terimplementasi dalam batas konsesi. Terdapat bukti-bukti tentang luas dan batas areal PT KTH berupa batas konsesi yang telah dilakukan penataan batas keseluruhan atau telah temu gelang.


3. Ketersediaan Mekanisme dan Implementasi Distribusi Manfaat yang Adil antar Para Pihak

Ketersediaan data dan informasi masyarakat hukum adat dan/atau masyarakat setempat yang terlibat, tergantung, terpengaruh oleh aktivitas pengelolaan SDH. Ketersediaan mekanisme peningkatan peran serta dan aktivitas ekonomi masyarakat hukum adat dan/atau masyarakat setempat.

Terdapat keberadaan dokumen rencana pemegang izin mengenai kegiatan peningkatan peran serta dan aktivitas ekonomi masyarakat Verifier Implementasi kegiatan peningkatan peran serta dan aktivitas ekonomi masyarakat hukum adat dan atau masyarakat setempat oleh pemegang izin yang tepat sasaran.


4. Keberadaan mekanisme Resolusi Konflik yang Handal

Tersedianya mekanisme resolusi konflik, tersedia peta konflik, adanya kelembagaan resolusi konflik yang didukung oleh para pihak serta ketersediaan dokumen proses penyelesaian konflik yang pernah terjadi.


5. Perlindungan, Pengembangan dan Peningkatan Kesejahteraan Tenaga Kerja

Adanya hubungan industrial, tersedia data dan informasi masyarakat setempat yang tergantung, terlibat dan terpengaruh oleh aktivitas pengelolaan SDH oleh PT KTH namun tidak lengkap. PT KTH memiliki mekanisme yang legal mengenai peningkatan peran serta dan aktifitas ekonomi masyarakat yang berbasis hutan, namun belum lengkap. 

PT KTH memiliki dokumen rencana mengenai kegiatan peningkatan peran serta dan aktivitas ekonomi masyarakat berupa dokumen rencana menengah, dokumen rencana tahunan, dokumen rencana operasional, dokumen Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan serta dokumen mekanisme berupa SOP. PT KTH telah melaksanakan implementasi peningkatan peran serta dan aktivitas ekonomi masyarakat hukum adat dan /atau masyarakat setempat namun kurang dari 50 %. PT KTH memiliki dokumen laporan terkait pelaksanaan distribusi manfaat kepada para pihak namun belum lengkap.


III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan makalah ini adalah:

  1. Kriteria syarat yang dibutuhkan adalah kepastian kawasan pemegang, komitmen pemegang, jumlah dan tenga profersional bidang kehutanan  IUPHHK-HTI, dan kapasitas perencanaan pelaksanaan pemantauan periodik, persetujuan atas dasar informasi awal tanpa paksaan.
  2. Kriteia kesinambungan produksi yang dibutuhkan berupa penataan areal kerja jangka panjang dalam pengelolaan hutan lestari, tingkat pemanenan laestari, pelaksaan penerapan tahapan sistem silvikultur, penerapan teknologi ramah lingkungan, realisasi penebangan, dan kesehatan fianansial.
  3. Kriteria aspek ekologi dibutuhkan berupa keberadaan, identifikasi, perlindungan, dan pengelolaan.
  4. Kriteria aspek sosial dibutuhkan berupa deliniasi kawasan, implementasi tanggungjawab, kontribusi, keberadaan resolusi konflik, dan perlindungan tenaga kerja.


3.2 Saran

Saran makalah ini adalah perlu dilakukan lanjutan makalah ini tentang nilai dan perkembangan PHPL.

Baca juga: Kawasan Konservasi di Taman Nasional Sebangau


DAFTAR PUSTAKA

Aprilasia. 2018. Laporan Identifikasi Kawasan Hutan bernilai Konservasi Tinggi PHPL Korintiga Hutani. Sustainability. Aprilasia (diakses pada tanggal 26 Oktober 2019).

Docplayer. 2019. Sertifikasi Penilian Kinerja PHPL Korintinga Hutani. http://docplyer (diakses pada tanggal 26 Oktober 2019).

Forda. 2016. Kawasan Hutan. www. Forda.com (diakses pada tanggal 26 Oktober 2019).


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel