10 Peraturan Pengelolaan Lahan Gambut dan Pasang Surut

10 Peraturan Pengelolaan Lahan Gambut dan Pasang Surut

Postingan ini diperbarui 09 November 2021

Lahan gambut merupakan daerah dengan akumulasi bahan organik yang sebagian lapuk, dengan kadar abu sama dengan atau kurang dari 35%, kedalaman gambut sama atau lebih dari 50 cm, dan kandungan karbon organik (berdasarkan beratnya) menimal 12% (Dewan Nasional Perubahan Iklim, 2012).

Lahan gambut dan pasang surut ini perlu dikelola dengan lestari, sehingga terbentuk kebijakan pemerintah dengan menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan yang memiliki maksud dan tujuan yang baik, terutama dari aspek kelestarian lingkungan.

Peraturan-peraturan ini mendeksripsikan secara umum tentang sistem, pengelolaan, teknik, memanfaatkan, memelihara, menjaga, mencegah, perlindungan, pelestarian, pengawasan, meningkatkan ekonomi, dan lain sebagainya terhadap lahan gambut dan pasang surut.

Berikut 10 peraturan pengelolaan lahan gambut dan pasang surut adalah:

Baca juga: 6 Kebijakan Pengelolaan Lahan Gambut Berkelanjutan


1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

a. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk manusia dan perlakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lain.

b. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan asas tanggung jawab negara, kelestarian dan keberlajutan, keserasian dan keseimbangan, keterpaduan, manfaat, kehati-hatian, keadilan, dan lain sebagainya.

c. Tujuan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk melindungi wilayah negara kesataun Republik Indonesia dari pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.

d. Konservasi sumber daya alam meliputi konservasi sumber daya air, ekosistem hutan, ekosistem pesisir dan laut, energi, ekosistem lahan gambut, dan ekosistem karst.


2. PP. No. 73 tahun 2013 Tentang Rawa

a. Mencegah gambut menjadi kering baik (irrevesibe drying) yang dapat menimbulkan degradasi gambut dan /atau terjadinya kebakaran (emisi gas rumah kaca).

b. Mencegah tereksposnya lapiasan pirit yang dapat menyebabkan meningkatnya daya rusak akibat kesamaan yang berlebihan. Kegiatan pertanian dalam ketentuan ini misalnya tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peterakan dan tamak garam. Kegiatan non pertaniandalam keutuhan ini misalnuya transportasi eilayah pertambaha, parawisa, air baku, serta perumahan dan pemukiman.

c. Melaksanakan operasi dan pemeliharaan prasarana peraturan tata air dalam ketentuan ini termasuk menjaga keberadaan air daam rawa mengatur siklus air, untuk mencegah drainase berlebihan agar tidak terjadi kekeringan pada gambut sehingga tidak mudah terbakar yang akan mengakibatkan emisi gas rumah kaca.


3. PP No. 7I TAHUN 2014 perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut

a. Pasal 1 "Dalam peraturan pemerintah yang dimaksud dengan :Perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut adalah sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi ekosistem gambut dan mencegah terjadinya kerusakan ekosistem gambut meliputi perencanaan, pemanfaatan pengendalian pemeilharaan, pengawasan, dan penegakan hukum".

b. Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut terdiri dari (1) pemanfaatan dan pencadangan ekosistem gambut, (2) pemeliharaan dan perlindungan kualitas ekosistem gambut, dan (3) pengendalian, pemantuan, serta pendayagunaan dan pelestarian ekosistem gambut.

c. Pencegahan kerusakan ekosistem gambut terdiri dari penyiapan regulasi teknis, pengembangan sistem deteksi dini, penguatan kelembagaan pemerintah dan ketahanan masyarakat, peningkatan kesadaran hukum masyarakat, dan pengamanan areal rawan kebakaran dan bekas kebakaran.

d. Restorasi dilakukan dengan penerapan teknik-teknik restorasi mencakup pengaturan tata air di tingkat tapak. Pekerjaan konstruksi, operasi, dan pemeliharaan yang meliputi penataan infastruktur pembasahan (reweting) gambut, dan penerapan budidaya menurut kearifan lokal.


4. INSTRUKSI PRESIDEN RI NOMOR 5 TAHUN 2OI9 tentang penghentian pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut

Permohonan yang telah mendapat persetujuan prinsip atau izin penggunaan kawasan hutan untuk kegiataneksplorasi dari Menteri Keh-utanan sebelum terbitnyaInstruksi Presiden Nomor 10 Tahun 20ll tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.


5. Keputusan Presiden No. 32 tahun 1990 tentang kawasan lindung

Perlindungan terhadap kawasan gambut dimaksudkan untuk mengendalikan hidrologi wilayah, yang berfungsi sebagai penyimpan air dan pencegah banjir, serta melindungi ekosistem yang khas di kawasan yang bersangkutan.


6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 7099/MENLHK-PKTL/IPSDH/PLA. 1/8/2019 tentang Penetapan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2019

a. Menetapkan peta indikatif penghentian pemberian izin baru hutan alam primer dan lahan gambut tahun 2019 dengan skala 1:250.000.

b. Penghetian pemberian izin terdiri dari izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, pemungutan hasil hutan kayu, penggunaan kawasan hutan, dan perubahan peruntukan kawasan hutan.

c. Pengumpulan data dalam rangka revisi peta indikatif pengentian pemberian izin baru dilakukan oleh tim teknis yang terdiri dari kementerian atau lembaga terkait dan dikoordinasikan oleh direktorat jenderal planologi kehutanan dan tata lingkungan.

d. Survei hutan primer oleh balai pemantapan kawasan hutan di wilayah tersebut, dengan melibatkan dinas provinsi yang membidangi kehutanan dan perguruan tinggi yang mempunyai disiplin ilmu di bidang kehutanan yang diatur dengan peraturan tersendiri.


7. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P. 15/MENLHK/SETJEN/KUM. 1/2/2017 tentang Tata Cara Pengukuran Muka Air Tanah di Titik Penataan Ekosistem Gambut

a. Penataan ekosistem gambut didasarkan pada titik pengamatan karakteristik pada ekosistem gambut dalam wilayah provinsi dan kabupaten atau kota dan titik pemantauan muka air tanah areal usaha kegiatan.

b. Pengukuran muka air tanah pada ekosistem gambut ditentukan pada titik kontrol pengawasan yang disebut dengan titik penataan.

c. Titik penataan muka air tanah ditetapkan pada paling sedikit 15% dari seluruh jumlah petak tanaman pokok atau blok produksi dan berada di tengah petak tanaman pokok atau blok produksi.

d. Pengukuran muka air tanah di titik penataan ekosistem gambut dilakukan untuk mengetahui kerusakan ekosistem gambut dengan budidaya dan fungsi lindung.

e. Hasil analisis terhadap pengukuran muka air tanah digunakan untuk menerbitkan perintah untuk melaksanakan pemulihan kepada penanggung jawab usaha atau kegiatan, untuk melakukan pengawasan, dan untuk melakukan evaluasi terhadap fungis ekosistem gambut.


8. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P. 60/MENLHK/SETJEN/KUM. 1/10/2019 tentang Tata Cara Penyusunan, Penetapan, dan Perubahan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut

a. Peraturan Menteri ini menyatakan bahwa perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi gambut dan mencegah terjadinya kerusakan gambut yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum.

b. Ekosistem gambut adalah tatanan unsur gambut yang merupakan satu kesatuan untuk menyeluruh yang saling mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas dan produktifitasnya.

c. Fungsi ekosistem gambut adalah tatanan unsur gambut yang berfungsi melindungi ketersediaan air, keletarian keanekaragaman hayati, penyimpan cadangan karbon, penghasil karbon, penyeimbang iklim yang terbagi menjadi fungsi gambut dan fungsi budi daya ekosistem gambut.

d. Rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut yaitu: (1) rencana perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut nasional, (2) provinsi, dan (3) kabupaten/kota. Rencana pengendalian ekosistem gambut terdiri dari kegiatan pencengahan, penanggulangan, dan pemulihan.

e. Pelestarian fungsi ekosistem gambut dilakukan upaya  mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.

f. Potensi sumber daya alam di ekosistem gambut berupa plasma nutfah, komoditi kehutanan, pekebunan, pertanian, perikanan dan lain-lain.

g. Potensi jasa lingkungan berupa penyimpanan air, cadangan karbon (penyeimbang iklim), dan pengaturan flora dan fauna.


9. Keputusan Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Nomor: SK. 40/PPKL/PKG/PKL. 0/3/2018 tentang Penetapan Status Kerusakan Ekosistem Gambut

a. Dalam pemanfaatan lahan gambut harus memperhatikan kesatuan hidrologis gambut (KHG) karena lahan gambut mempunyai karakteristik ekosistem unik dan merupakan satu kesatuan utuh menyerlutuh dalam kesatuan hidrologis gambut yang saling mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktifitasnya.

b. Tujuan utama dari kegiatan penyusunan status kerusakan ekosistem gambut nasional adalah untuk menyajikan data dan informasi terakit dengan sebaran luasan dan tingkat kerusakan ekosistem gambut yang ada di Indonesia, serta berada pada wilayah kesatuan hidrologis gambut dan batas administrasi wilayah kabupaten atau kota mana yang menjadi prioritas pemulihan ekosistem gambut.

Baca juga: 5 Rencana Program Aksi Perlindungan dan Pengelolaan Lahan Gambut


10. Peraturan Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Nomor : P.5/PPKL/PKG/PKL.0/3/2018 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan Dokumen Rencana Pemulihan Ekosistem Gambut dan Usulan Titik Penataan Tinggi Muka Air Tanah Manual, Titik Pemasangan Alat Pengukur Tinggi Muka Air Tanah Otomatis serta Tititk Stasiun Pemantuan Curah Hujan Bagi Penanggung Jawab Usaha dan/ atau Kegiatan.

a. Gambut adalah material organik yang terbentuk secara alami dari sisa-sisa tumbuhan yang terdekomposisi tidak sempurna dengan ketebalan 50 (lima puluh) centimeter atau lebih dan terakumulasi pada rawa.

b. Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitasnya.

c. Kesatuan Hidrologis Gambut adalah Ekosistem Gambut yang letaknya di antara 2 (dua) sungai, di antara sungai dan laut, dan/atau pada rawa.

d. Fungsi Lindung Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur Gambut yang memiliki karakteristik tertentu yang mempunyai fungsi utama dalam perlindungan dan keseimbangan tata air, penyimpan cadangan karbon, dan pelestarian keanekaragaman hayati untuk dapat melestarikan fungsi Ekosistem Gambut.

e. Fungsi Budidaya Ekosistem Gambut adalah tatanan unsur gambut yang memiliki karakteristik tertentu yang mempunyai fungsi dalam menunjang produktivitas Ekosistem Gambut melalui kegiatan budidaya sesuai dengan daya dukungnya untuk dapat melestarikan fungsi Ekosistem Gambut.

f. Pemulihan Fungsi Ekosistem Gambut adalah aktivitas yang dilakukan untuk mengembalikan sifat dan fungsi Ekosistem Gambut sesuai atau mendekati sifat dan fungsi semula melalui suksesi alami, restorasi hidrologis, rehabilitasi vegetasi, dan/atau cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel