Hubungan Rencana Pengelolaan Hutan dan PWH

Hubungan Rencana Pengelolaan Hutan dan PWH

Secara explisit hubungan rencana pengelolaan hutan dan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) dapat dijelaskan dalam tahapan perencanaan pembuatan, pemeliharaan dan evaluasi jaringan jalan yang sesuai dengan rencana pengelolaan hutan. Tahapan-tahapan perencanaan, pembuatan dan pemeliharaan jaringan jalan hutan dapat dibuat pada setiap tingkat rencana pengelolaan hutan dan memastikan kapan pemantuan, pengawasan dan evaluasi jaringan jalan hutan dilakukan.

Rencana strategik pengelolaan hutan merupakan rencana jangka panjang, berskala luas dan memandang jauh ke depan. Rencana tersebut terdiri dari rencana karya pengelolaan hutan dan rencana karya lima tahun.

Rencana strategik harus dikerjakan secara bersama-sama oleh suatu tim interdisipliner. Jangka waktu Rencana Kerja Umum (RKU) disesuaikan dengan sistem silvikultur yang dipergunakan dalam pengelolaan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH). Sistem silvikultur dalam IUPHHK pada hutan produksi adalah sistem silvikultur TPTI, TPTJ, Tebang Rumpang, dan THPB.

RKPH untuk TPTI pada umumnya didesain untuk siklus tebangan 30-35 tahun dan dibagi dalam 6 atau 7 blok RKL dan tiap RKL dibagi menjadi 5 blok tebangan tahunan sehingga tiap unit pengelolaan hutan terdiri dari 30 atau 35 blok tebangan.

Pada penyusunan RKU tidak menggunakan rencana blok-blok RKL, melainkan merencanakan blok-blok hutan atau langsung merencanakan blok-blok RKT. Dalam mendesainkan rencana pengelolaan hutan, sebelum perencanaan umum jaringan jalan hutan dapat dimulai, rencana tata guna lahan hutan atau zonasi hutan yang komprehensif harus diselesaikan terlebih dahulu.

Zonasi hutan dilakukan dengan mendeleniasi batas-batas zonasi Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) sebagai berikut:

  1. Zona produksi kayu yaitu areal hutan yang diperuntukan untuk memproduksi kayu dimana produksi kayu tidak terikat oleh nilai-nilai hutan lainnya.
  2. Zona sempadan sungai yaitu areal disebelah kiri dan kanan sungai, dimana nilai-nilai konservasi tanah dan DAS merupakan hal yang penting.
  3. Zona konservasi satwa liar yaitu areal dimana hutan membentuk suatu habitat penting bagi binatang-binatang yang khas.
  4. Zona konservasi keanekaragaman hayati yaitu areal dimana hutan dari segi ekologi merupakan tempat yang penting karena di tempati oleh tumbuhan dan binatang-binatang langka.
  5. Zona keindahan alam yaitu areal dimana hutan mempunyai nilai bentang alam yang indah dan berhubungan dengan tempat yang sering dikunjungi atau dilalui orang, seperti jalan tol, jalan karena listrik, dan tempat rekreasi.
  6. Zona masyarakat setempat yaitu areal dimana hutan memiliki nilai yang tinggi secara alami maupun rohani terhadap kehidupan masyarakat setempat yang hidup tergantung pada hutan.
  7. Zonasi rekreasi yaitu dimana areal hutan digunakan untuk tempat rekreasi umum, seperti areal untuk piknik, berkemah dan lintas alam.
  8. Zona penelitian ilmiah yaitu areal dimana hutan digunakan atau akan digunakan untuk penelitian-penelitian hutan.


Suatu Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) ditentukan sebagai hutan lindung apabila memenuhi salah satu atau beberapa kriteria adalah:

  1. Skor faktor lapangan lebih dari sama dengan 175.
  2. Mempunyai lereng atau kemiringan lapangan lebih dari sama dengan 40%.
  3. Tanah sangat peka terhadap erosi (regosoi, latosol, organosol dan renzina dengan kemiringan lapangan lebih dari 15%.
  4. Merupakan jalur pengaman aliran sungai, minimal 100 meter kiri kanan, sungai.
  5. Merupakan pelindung mata air, minimal dengan jari-jari 200 m di sekeliling air tersebut.
  6. Terletak pada ketinggian tempat di atas muka air laut lebih dari sama dengan 2000 meter.


Klasifikasi kelas kepekaan tanah terhadap erosi dalam Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) adalah:

  1. Alluvial tanah glei, planosol, kidromorf kelabu, laterite air dengan keterangan tidak peka.
  2. Latosol keterangan agak peka.
  3. Brown forest soil, non clasis brown, mediteran keterangan kurang peka.
  4. Andosol, laterite, grumusol, podsol, podsolik keterangan peka.
  5. Regosol, litosol, organosol, renzina keterangan sangat peka


Di dalam perencanaan strategik dilakukan penentuan zona-zona hutan dan membatasi areal yang harus dilindungi (areal non produksi membagi areal hutan dapat dipanen). Areal di panen adalah areal efektif produksi menjadi areal blok tebangan tahunan, dan mendesain jaringan jalan utama dan sistem pengangkutan hasil hutan.

Dalam rencana umum jaringan jalan hutan, pertanyaan-pertanyaan berikut harus dijawab terlebih dahulu adalah:

  1. Sistem angkutan standar jalan angkutan apa yang harus dipilih.
  2. Mangapa standar jalan angkutan tersebut dipilih.
  3. Dimana sistem angkutan dan standar jalan angkutan tersebut akan dikerjakan.
  4. Kapan sistem angkutan dan standar jalan angkutan tersebut dikerjakan.


Klasifikasi kelas lereng terdiri dari:

  1. Datar dengan kemiringan lapangan 0-8%.
  2. Landai dengan kemiringan lapangan 8-15%.
  3. Agak curam dengan kemiringan lapangan 15-25%.
  4. Curam dengan kemiringan lapangan 25-45%.
  5. Sangat curam dengan kemiringan lapangan lebih dari 45%.


Klasifikasi penentuan kawasan hutan berdasarkan fungsi hutan adalah:

  1. Kawasan hutan lindung dengan nilai hasil skoring lebih dari 175.
  2. Kawasan hutan produksi terbatas dengan nilai hasil skoring 125-175.
  3. Kawasan hutan produksi tetap dengan niai kurang dari 125.

Baca juga: 8 Hubungan antara Pembukaan Wilayah Hutan (PWH), Penataan Hutan dan Sistem Pemanenan Kayu


Sumber:

Fauzi, Fouand. 2020. Pembukaan Wilayah Hutan [Diskusi Mata Kuliah]. UPR. Palangka Raya.


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel