Metode Penelitian Hama Hutan Acacia crassicarpa

Metode Penelitian Hama Hutan Acacia crassicarpa

Acacia crassicarpa adalah salah satu famili Fabaceae yang mulai banyak direkomendasikan untuk ditanam dalam rangka rehabilitasi lahan kritis maupun pembangunan HTI. Menurut Riadi (2006) bahwa hal ini didasarkan pada pertumbuhannya yang cepat, mempunyai adaptasi yang luas dan tahan terhadap kondisi yang kurang menguntungkan (tidak memerlukan syarat tumbuh yang tinggi serta kualitas kayunya memenuhi syarat bahan baku industri). 

Acacia crassicarpa termasuk tanaman yang cepat tumbuh, dapat hidup dengan baik pada lahan 2 marginal dengan pH rendah, tanah berbatu serta tanah yang mengalami erosi (Leksono, 2003) dan pada daerah gambut. Pembangunan HTI pada lahan gambut sampai saat ini jenis yang dikembangkan adalah jenis Acacia crassicarpa, karena hanya jenis ini yang telah terbukti mampu tumbuh baik pada lahan gambut, sedangkan jenis lain seperti Acacia mangium dan Eucalyptus pellita pertumbuhannya kurang baik pada tanah marine clay (Suhartati et al., 2013).

Hama hutan merupakan makhluk hidup pengganggu tanaman budidaya berupa hewan yang dapat dilihat secara langsung dan pada umumnya sangat merugikan. Sebagian besar hama yang mengganggu tanaman berupa serangga (insekta). 

Selain serangga, binatang lain yang juga dikategorikan sebagai hama, yaitu: tungau (acarinae), binatang lunak (molluska), vertebrata (babi, monyet, tikus, burung) dan sebagainya. Ada berbagai cara hama dalam merusak tanaman misalnya memakan daun tanaman (ulat pemakan daun, belalang), membuat lubang pada daun, melubangi dan membuat penggerek batang, penggerek umbi, menghisap cairan tanaman, memakan bunga dan sebagainya (Djojosumarto, 2008).

Berikut metode penelitian hama hutan Acacia crassicarpa.

Baca juga: Pengertian Hama dan Penyakit Hutan


A. Objek Penelitian

Objek yang diamati dalam penelitian ini adalah anakan Acacia crassicarpa umur 11 minggu, umur 10 minggu, umur 9 minggu, dan umur 8 minggu. Total anakan yang diambil yaitu 1000 anakan dari empat blok bedengan yang berbeda-beda. Setiap satu bedengan untuk sampel yang diambil yaitu 250 anakan sebagai sampel pengamatan bakteri Xanthomonas di persemaian IUPHHK-HTI PT. Industrial Forest Plantation. Kemudian sampel daun anakan Acacia crassicarpa yang terkena gejala bakteri Xanthomonas dibawa ke Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Palangka Raya untuk di identifikasi lanjut.


B. Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ATK, tally sheet, literatur bakteri Xanthomonas, kamera, tray tube, sidnet, kantong plastik, termos es kecil, beaker glass, slide glass, cawan petri, elenmayer, pinset, jarum ose, lampu bunsen, neraca analitik, autoclave, laminar air flow cabinet, mikroskop camera.

Bahan yang digunakan yaitu Tally Sheet, Media Isolasi NA (Nutrient Agar), Alkohol 70%, Aquades 600 ml, Spritus 100 ml, KOH 3%, Lugol, Sakramin, Metilin Blue.


C. Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Non Random Sampling. Non random sampling adalah cara pengambilan sampel yang tidak semua anggota populasi diberi kesempatan untuk dipilih dengan sampel. Jenis pengambilan sampel menurut Slameto, 2007 adalah “pengambilan sampling dengan Non random sampling dapat dicari dengan quota sampling, purposive sampling, area sampling, proporsional sampling, stratified sampling, double sampling dan combined sampling”. 

Adapun teknik pengambilan sampel yang penulis ambil untuk dilapangan adalah Purposive Sampling, yaitu cara pengambilan sampel dengan menetapkan ciri yang sesuai dengan tujuan. Pengambilan sampel dilakukan di empat blok bedengan yang berbeda-beda yaitu : Blok C4 umur anakan 11 minggu, Blok E1 umur anakan 10 minggu, Blok D1 umur anakan 9 minggu dan Blok D3 umur anakan 8 minggu sebanyak 250 anakan/bedengan. 

Total anakan dari empat bedengan yang diamati yaitu 1000 anakan. Pengambilan sampel pada umur tersebut dilakukan karena umur dibawah 8 minggu masih termasuk tanaman yang muda sehingga belum bisa untuk ditanam di lapangan.

Sampel untuk pengamatan dilakukan dengan cara mengambil 2 tray anakan Acacia crassicarpa dari depan, 1 tray dari tengah dan 2 tray dari belakang serta 10 anakan lagi diambil secara random. Pengambilan sampel tersebut menurut peneliti sudah mewakili dalam pengambilan sampel untuk pengamatan bakteri Xanthomonas di setiap bedengan. 

Pada satu bedengan di persemaian terdapat 134 tray yang dimana 1 tray berisi 96 tube, akan tetapi untuk anakan yang penulis amati dalam 1 tray berisi 48 tube dikarenakan sudah di double spassing terlebih dahulu. Sampel yang telah dipilih kemudian diberi label (tanda) untuk nantinya dilakukan identifikasi, kemudian akan dilakukan lagi pengamatan di Laboratorium Jurusan Budidaya Pertanian Universitas Palangka Raya.


1. Pelaksanaan Penelitan di Lapangan

Kegiatan yang dilakukan di lapangan meliputi pengumpulan data dan pengambilan sampel. Pengumpulan data primer berupa data pengamatan bakteri Xanthomonas yang diperoleh secara langsung di lapangan. Sampel yang diamati hanya pada bagian daun Acacia crassicarpa untuk melihat ada tidaknya kerusakan yang diakibatkan oleh bakteri Xanthomonas

Untuk mengetahui patogen bakteri Xanthomonas tersebut dilakukan dengan mengambil bagian tanaman yang terserang untuk diidentifikasi patogennya di laboratorium. Pengambilan sampel untuk dibawa ke laboratorium diambil setelah selesai penelitian dan hendak pulang ke Palangka Raya. 

Pengambilan sampel daun dilakukan dengan cara memotong bagian daun anakan yang terkena gejala bakteri Xanthomonas dengan menggunakan gunting lalu dimasukkan ke dalam plastik klip serta disimpan ke dalam termos es kecil yang diisi sedikit batu es agar sampel daun tersebut tidak layu dan tetap segar sampai ke laboratorium. 

Sampel daun yang dimasukkan ke dalam termos es dapat bertahan selama ±12 jam di perjalanan. Sesampainya di laboratorium sampel daun tersebut langsung diisolasi. Pengumpulan data pengamatan bakteri Xanthomonas pada anakan Acacia crassicarpa berguna untuk mengetahui frekuensi dan intensitas serangan.


2. Pelaksanaan Penelitian di Laboratorium

Penelitian di laboratorium mencakup kegiatan pokok yaitu sterilisasi alat, pembuatan media tumbuh (NA), isolasi, menguji gram negatif dan positif dengan KOH dan dengan pewarnaan serta melihat bakterinya menggunakan Mikroskop Camera pembesaran 1000 kali. Sampel yang diperoleh dari penelitian di lapangan berupa sampel daun yang terserang gejala bakteri Xanthomonas, yang diidentifikasi lanjut di Laboratorium Budidaya Pertanian Universitas Palangka Raya.


D. Analisis Data

Untuk mengetahui tingkat kerusakan akibat serangan hama dan penyakit yang menyerang, maka dari hasil inventarisasi dihitung nilai frekuensi dan intensitas serangan. Frekuensi Serangan adalah jumlah tanaman yang terkena serangan hama dan penyakit. Frekuensi serangan hama dan penyakit (FS) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Mardji, 2000).

FS= (Jumlah tanaman yang sakit/jumlah seluruh tanaman) x 100%

Intensitas Serangan adalah tingkat serangan atau tingkat kerusakan tanaman yang disebabkan oleh organisme pengganggu tanaman (OPT). Untuk menentukan kriteria dan skort tanaman yang terserang hama dan penyakit (IS) dilakukan berdasarkan pengelompokan skor serangan hama dan penyakit menggunakan kriteria menurut Mardji (2000) dapat disajikan pada tabel berikut ini.

Penentuan Kriteria dan Skor Tanaman Akibat Hama dan Penyakit yang Menyerang Berdasarkan Tingkat Kerusakan

Selanjutnya, untuk mengetahui Intensitas Serangan (IS) dihitung dengan menggunakan rumus menurut Singh (1992) yang dimodifikasi Mardji (1994) dalam Triwibowo (2014) yang disajikan pada formula di bawah ini.

IS= [(X1Y1 + X2Y2 + X3Y3 + X4Y4 + X5Y5) / XY5] x 100%

Keterangan:
X =  jumlah tanaman yang diamati
X1= jumlah tanaman yang terserang ringan
X2= jumlah tanaman yang terserang sedang
X3= jumlah tanaman yang terserang berat
X4= jumlah tanaman yang terserang sangat berat
X5= jumlah tanaman yang mati
Y1= 1 (nilai untuk tanaman terserang ringan)
Y2= 2 (nilai untuk tanaman terserang sedang)
Y3= 3 (nilai untuk tanaman terserang berat)
Y4= 4 (nilai untuk tanaman terserang sangat berat)
Y5= 5 (nilai untuk tanaman mati)


Setelah nilai IS di peroleh, kemudian ditentukan tingkat kerusakan pada tanaman Acacia crassicarpa di areal persemaian tersebut dengan menggunakan kriteria adalah:

  1. Tingkat kerusakan sehat (Intensitas serangan 0,0-1,0%)
  2. Tingkat kerusakan ringan (>1,0-25,0%)
  3. Tingkat kerusakan sedang (>25,0-50,0%)
  4. Tingkat kerusakan berat (>50,0-75,0)
  5. Tingkat kerusakan sangat berat (>75,0-100)

Baca juga: 5 Cara Membasmi Hama Hutan


Sumber:

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Leksono. 2003. Variasi Pertumbuhan Tanaman pada Uji Provenansi Acacia crassicarpa Umur 9 Tahun di Lipat Kain, Riau. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan Vol.1 No.3:101-110.

Mardji, D. 1994. Pengamatan Epidemi Corticium salmonicolor Berk. & Br. pada Acacia mangium Willd. di PT ITCI, Kenangan, Kalimantan Timur, Indonesia (D. Ruhiyat dan A. Schulte, Penyunting). Mulawarman Forestry Report 12: 143 h.

Riadi, R. 2006. Upaya Penyelesaian Konflik Catchtment Area di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Jurnal Penelitian Magistra No.89.

Suhartati, Aprianis Y, Pribadi A, Rochmayant Y. 2013. Kajian Dampak Penurunan Daur Tanaman Acacia crassicarpa A. Cunn terhadap Nilai Produksi dan Sosial. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 10 (2): 109-117.


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel