5 Sistem Dasar Bangunan Air terhadap Kegiatan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)

5 Sistem Dasar Bangunan Air terhadap Kegiatan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)

Postingan ini diperbarui 31 Januari 2022

Kegiatan pembukaan wilayah hutan bertujuan untuk mempermudah penaataan hutan, tindakan-tindakan pembinaan hutan (penanaman, pemeliharaan, penjarangan, pencegahan terhadap gangguan hutan) dan pemanenan hasil hutan terutama penyadaran dan pengangkutan kayu. Dalam hal ini berhubungan dengan adanya suatu bangunan air dalam menjaga atau melindungi hutan dari bencana alam erosi.

Adapun 5 sistem dasar bangunan air terhadap kegiatan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH), sebagai berikut (UNHAS, 2009).

Baca juga: Rencana Umum dan Teknik Perencanaan Pembukaan Wilayah Hutan (PWH)


1. Sistem Drainase Jalan

Menurut UNHAS (2009) menyatakan bahwa curah hujan yang lebat kecuali pada waktu yang singkat, seingkali merupakan masalah utama bagi pengikisan permukaan jalan atau juga bagi dasar jalan, teristimewa bagi jalan yang melintang kanal atau jalur arus air. Dimana masalah erosi yang hebat pada kanal dan dasar arus air di daerah cekungan yang lebar yang dapat membahayakan konstruksi jalan, mampu meningkat bahanya pada saat curah hujan lebih dari 25 mm per jam.


2. Sekat Air (Water-bar), Drainase dan Bak Penampung

Sistem dasar bangunan air yang ditempatkan pada daerah yang curam yang dibuat pada permukaan jalan melintang menuju lereng lembah, yang dapat mengelirkan air di permukaan jalan sebelum terjadi pencucian partikel tanah oleh aliran di permukaan jalan. Dimana hal ini dibentuk dari baja, tembok, kayu atau papan, kayu bulat atau hanya galian tanah saja.

Sistem ini diperlukan secara khusus pada jalan yang memiliki kelerangan lebih dari 5 % dan pada jalan tanpa pelapisan (camber). Oleh sebab itu kepentingan agar sekat air ini dapat bersih dengan sendirinya, memerlukan aliran air, maka hendaknya sekat air ini diletakkan di atas jalan dengan kemiringan 6-7 %.

Menurut UNHAS (2009) menyatakan bahwa efektifitas dari sekat sistem ini tergantung kepada jarak atau spacing dan cara mengerjakan pembersihan (pembersihan dari butiran tanah, daun-daunan, ranting-ranting dan lain sebagainya) dalam rangka menjaga agar tetap berfungsi sepanjang waktu.


3. Gorong-gorong

Sistem dasar bangunan air yang mempunyai sebutan dengan sub¬-base culverts yang dapat dibentuk dengan kayu maupun pipa beton. Sistem ini digunakan pada aliran arus musiman dan aliran yang lebih kecil. Menurut UNHAS (2009) menyatakan bahwa pada umumnya culvert yang terbentuk dari kayu keras dan tahan lama memiliki durasi 5-6 tahun, sedangkan yang terbentuk dari kayu memakai zat kimia bahan pengawet, dapat tahan sampai 10 tahun.


4. Drainase Jalan

Pada setiap langkah-langkah yang ramah lingkungan gytan rekayasa praktek memberikan memuaskan dan akibatnya air drainase dapat digunakan untuk mencegah erosi yang dianggap baik sesuai serta dapat mencapai proyek jalan daerah terpencil di hutan, yang dibandingkan dengan apa yang ditemukan di jalan dan perpanjangan proyek yang lainnya.


5. Jembatan

Sistem dasar bangunan air yang termasuk bangunan konstruksi diatas sungai yang dapat digunakan sebagai prasarana lalu lintas darat, dengan lingkup melengkapi sistem lalu lintas ekonomi dan transportasi masyarakat. Dimana perencanaan teknis dilaksanakan oleh konsultan pendamping, dibantu oleh kepala pelaksana (mandor) dan alternarive desain sesui dengan kebutuhan masyarakat.

Adapun 5 jenis jembatan di antara nya adalah jembatan bambu, jembatan gantung, jembatan kayu dengan gelagar besi, jembatan kayu dengan gelagar kayu, dan jembatan beton.

Baca juga: Hubungan Rencana Pengelolaan Hutan dan PWH


Sumber:

Universitas Hasanuddin. 2009. Pembukaan Wilayah Hutan dan Keteknikan Kehutanan. UNHAS. Makassar.


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel