2 Cara Menentukan Produk Kayu Legal

2 Cara Menentukan Produk Kayu Legal

Postingan ini diperbarui 09 November 2021

Kayu berasal dari hutan, dimana pengertian hutan menurut UU No. 41 Tahun 1999 merupakan suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.

Hutan berdasarkan statusnya dibagi menjadi dua jenis, yaitu hutan negara dan hutan hak/masyarakat. Sedangkan hutan berdasarkan fungsinya dibagi menjadi 3 jenis, yaitu hutan produksi, hutan konservasi, dan hutan lindung.

Menurut WWF Indonesia, dari jenis-jenis hutan diatas, hanya dua jenis hutan yang kayunya dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku produk berbahan dasar kayu, yaitu hutan hak/masyarakat dan hutan produksi.

Kayu yang diambil dari hutan, akan dikelola menjadi sebuah produk kayu. Produk kayu ini ada yang bersifat legal dan ilegal. Produk yang bersifat legal merupakan produk kayu yang bertanggung jawab.

Produk kayu yang bertanggung jawab dapat diketahui melalui 2 cara yaitu : tanda V-Legal untuk bukti legalitas dan Tanda FSC untuk bukti keberlanjutan hutan. Oleh karena itu konsumen dapat membedakan produk yang dikonsumsinya melalui tanda sertifikasi yang terrcantum pada kemasan produk. Dimana sertifikat ini mampu meningkatkan intensif kepada pelaku usaha berupa citra positif atas komitmennya yang tinggi terhadap keberlanjutan hutan.

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) merupakan suatu sistem yang menjamin kelestarian pengelolaan hutan dan legalitas kayu serta ketelusuran kayu melalui verifikasi penilaian PHPL, sertifikasi legalitas kayu, dan DKP. Sedangkan FSC merupakan organisasi idependen, non-pemerintah, dan non-profit berbasis keanggotaan multipihak didirikan untuk mendorong pengelolaan hutan yang bertanggung jawab.

Berikut 2 cara menentukan produk kayu legal adalah.

Baca juga: 3 Jenis Produk Hasil Hutan


1. Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)

Untuk tanda V-legal dirujuk pada Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) yang merupakan suatu sistem yang menjamin kelestarian pengelolaan hutan dan legalitas kayu serta ketelusuran kayu melalui verifikasi penilaian PHPL, sertifikasi legalitas kayu, dan DKP. Dimana hal ini menunjukkan bahwa tujuan SVLK adalah untuk mendukung perbaikan tata kelola kehutanan dan peningkatan perdangangan kayu legal.

Menurut WWF Indonesia, bahwa SVLK bersifat wajib (Mandatory) diterapkan bagi:

  1. Pemegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada Hutan Alam (HA), Hutan Tanaman Industri (HTI), dan Rehabilitasi Ekologi (RE).
  2. Hutan kemasyarakatan, hutan desa, dan hutan tanaman rakyat.
  3. Pemilik hutan hak (hutan rakyat)
  4. Pemilik Ijin Pemanfaatan Kayu (IPK)
  5. Pemegang Izin Usaha Industri Primer Hasil Hutan (IUIPHHK), Indsutri lanjutan (IUI lanjutan) dan Tanda Daftar Industri (TDI).


Adapun alasan SVLK dikatakan penting, sebagai berikut:

  1. Untuk upaya mengatasi persoalan pembalakan liar.
  2. Sebagai sistem perbaikan tata kepemerintahan kehutanan Indonesia dan untuk meningkatkan daya saing produk kehutanan Indonesia.
  3. Meningkatkan daya saing produk perkayuaan Indonesia.
  4. Mereduksi praktek ilegal logging dan ilegal trading.
  5. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


2. Forest Stwewardship Council (FSC)

FSC merupakan organisasi idependen, non-pemerintah, dan non-profit berbasis keanggotaan multipihak didirikan untuk mendorong pengelolaan hutan yang bertanggung jawab melalui pengembangan standar sertifikasi hutan FSC (WWF Indonesia).

FSC ini didirikan pada tahun 1993 oleh pegiat lingkungan, kelompok sosial, dan pelaku usaha sebagai respon kekhwatiran dunia atas kerusakan hutan secara global.

Sertifikat FSC memiliki standar yaitu mendorong pengelolaan hutan yang bertanggung jawab melalui pengukuran keberlanjutan 3 pilar utama yaittu, keberlajutan lingkungan, manfaat sosial yang berkesinambungan, dan ekonomi yang produktif.

Menurut WWF Indonesia, bahwa standar sertifikat FSC terdiri dari 2 jenis yaitu:

  1. Sertifikat pengelolaan hutan diterapkan pada sumber bahan baku kayu berasal dari hutan produksi untuk menjamin pengelolaan hutan dilakukan sesuai dengan kaidah pengelolaan yang berkelanjutan.
  2. Sertifikat lacak balak digunakan sebagai standar penelusuran untuk memastikan asal usul bahan baku yang digunakan berasal dari hutan yang telah tersertifikat FSC, dan memastikan bahan baku kayu tidak tercampur dengan kayu dari hutan yang asal usulnya tidak jelas dan pengelolaannya tidak berkelanjutan.

Baca juga: Teknologi Proses Pengolahan Hasil Hutan pada Mebel Palangka Raya


Sumber:

WWF. 2018. Buku Panduan Produk Berbahan Dasar kayu https://www.wwf.id//publikasi/panduan-produk-berbahan-dasar-kayu. (Diakses pada tanggal 25 Januari 2020).


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel