3 Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu [Part 1]

3 Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu [Part 1]

Postingan ini diperbarui 23 September 2021

Hutan mempunyai nilai ekonomis dan nilai ekologi. Untuk nilai ekonomis ini berupa hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Pada kesempatan ini kita akan mempelajari hasil hutan bukan kayu.

Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu merupakan benda-benda hayati, non hayati, dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan.

Hasil Hutan Bukan Kayu atau HHBK merupakan jenis tanaman yang tumbuh baik di dalam maupun di luar kawasan hutan. Walaupun peranan HHBK seudah dirasakan masyarakat sebagai salah satu sumber pendapatan, namun sistem pengelolaannya masih bersifat tradisional sehingga kualitas yang dihasilkan masih jauh dari standar yang diharapkan dan harganya tergolong rendah. HHBK memiliki nilai yang sangat strategis, dimana ini merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan yang kooparatif dan berhubungan dengan aktifitas masyarakat sekitar.

Pemanfaatan HHBK lebih optimal diperoleh dengan jenis HHBK yang lebih beragam, sehingga akan lebih banyak produk yang dipasarkan. Hasil agroforestri dalam sutu wilayah yang diverifikasi akan meningkatkan macam produk yang akan dipasarkan, sehingga diharapkan dapat menunjang perekonomian masyarakat sekitarnya.

Produk HHBK mempunyai potensi yang cukup besar dalam meningkatkan nilai ekonomi suatu lahan hutan. Ada 5 komoditas utama pengembangan HHBK adalah rotan, bambu, lebah madu, gaharu, dan ulat sutera. 

Hasil hutan bukan kayu ini mempunyai berbagai jenis hasil produk, antara lain minyak atsiri, obat-obatan, dan lain sebagainya. Ada beberapa jenis hasil hutan bukan kayu, sebagai berikut.

Baca juga: 3 Jenis Produk Hasil Hutan


1. Daun Ujung Atap

Daun Ujung Atap
Sumber: https://id.wikipedia.org/

Tumbuhan ini mempunyai bentuk seperti semak-semak dengan tinggi 4-6 m dan diameter 11 cm. Daunnya harum, bentuknya seperti jarum, tegak, berukuran 5,5-11,5 mm x 0,4-0,8 mm. Daunnya saling berhadapan, menggerombol pada setiap ruas. Bunganya berukuran 3 mm, berwarna putih-merah muda.

Tumbuhan ini mengandung 49 senyawa. Tumbuhan ini menghasilkan ekstrak yang menunjukkan adanya kandungan flavonoid dan senyawa fenolik,  terdapat alkaloid dengan jumlah yang signifikan digunakan sebagai antimalaria, analgesik, dan stimulan.

Flavonoid Ujung Atap dimanfaatkan sebagai bahan untuk mencegah pertumbuhan tumor dan melindungi infeksi gastrointestinal (Razmavar et al., 2014). Sedangkan senyawa fenolat digunakan sebagai bahan antioksidan  yang baik. Tumbuhan Ujung Atap mempunyai berbagai manfaat, yaitu akarnya digunakan sebagai obat rematik, bijinya sebagai obat demam, daunnya sebagai obat haid tidak teratur, mulas, malaria, penyegar badan, gatal-gatal, dan sakit kepala.

Tumbuhan ini telah dilakukan berbagai macam olahan daun dalam bentuk jamu dan serbuk agar mudah untuk dicampur dengan bahan lainnya sebagai penambah khasiat. Ujung Atap mudah didapatkan karena bentuknya yang cenderung tidak lebat tanpa daun yang tumbuh atau daunnya berbentuk jarum.

Tumbuhan ini  tersebar dari Asia Tenggara sampai Australia. Di Indonesia sendiri sebarannya terdapata di Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Sumatera Selatan, Bangka Belitung serta Kepuluan Anambas, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Irian Jaya.

Daun Ujung Atap sebagai berpotensi antiinflamasi dan antioksidan karena mengandung senyawa flavonoid (Pan et al., 2012), antibakteri terhadap Methicilin Resistant Staphylococus Aerus (Razmavar et al., 2014), Antigout untuk mencagah dan mengurangi asam urat karena memiliki senyawa aktif BF6322, Antiokasidan yang aman untuk diaplikasikan ke bahan makanan (Navanesan et al., 2015).


2. Pohon Gemor

Pohon Gemor
Sumber: https://pantaugambut.id/

Gemor merupakan jenis pohon yang familinya Lauraceae dengan habitatnya berada di alam rawa gambut. Pohon gemor dapat mencapai ketinggian sebesar 30 cm, tinggi bebas cabang 20 m, dan diameter batang mencapai 70 cm, dan tebal kulit mencapai 2 cm.

Habitat tegakan pohon gemor ini berada pada tipe iklim A (nilai Q = 0,138), curah hujan 1975-3514 mm/tahun dan suhu berkisar antara 23-32 0 C, dengan intesitas intesitas cahaya tegakan gemor sekiatar 18,9 %. Pada tingkatan semai, anakan gemor memerlukan cahaya lebih relatif berat, tapi kemudian memerlukan cahaya lebih banyak dengan bertambahnya tingkat pertumbuhan.

Pohon gemor tumbuh dengan kondisi gambut dengan kesuburan tanah sangat rendah dengan pH berkisar 3-4, kondisi KTK yang tinggi kejenuhan basah yang rendah, dan kandungan Al dan Fe sangat rendah.

Gemor dimanfaatkan melalui kulitnya sebagai bahan baku obat nyamuk dan bahan baku perekat. Pada bagian serbuk kulit gemor memiliki kandungan kadar 13,10% , alkohol 0,74%, pyrethin 1,80%, resin 5,21%, tanin 1,66% (Zuhely dan Martono, 2003). Pyrethin adalah suatu bahan aktif  insektisida yang bermanfaat untuk pemberantasan nyamuk dan dapat digunakan sebagai sumber bahan aktif insektisida alami. Gemor ini juga dapat diamnfaatkan sebagai sebagai bahan baku pengambat aktivitas virus.


3. Tanaman Lengkuas

Tanaman Lengkuas
Sumber: https://agrotek.id/

Lengkuas merupakan tanaman tegak yang tinggi batangnya mencapai 2-2,5 meter. Ada 2 jenis lengkuas yang dikenal yaitu varietas dengan rimpang berwarna putih dan merah. Tanaman ini mempunyai akar yang tak teratur. Pada lapisan luar terdapat kulit tipis berwarna coklat sedangkan di bagian tangkai yang terbentuk umbi berwarna merah. 

Bagian dalam berwarna putih dan jika dikeringkan menjadi kehijau-hijauan. Lengkuas memiliki batang pohon yang terdiri atas susunan pelepah-pelepah saja, sedangkan bagian atas juga muncul pada bagian ujung tumbuhan. Rimpang umbi lengkuas selain berserat kasar juga memiliki aroma yang khas (Anonim, 1999).

Tanaman ini dikenal sebagai penghasil bahan pewangi dan penambah flavor masakan. Rimpang yang muda dan segar dapat dimanfaatkan untuk mengawetkan masakan. Rimpang lengkuas yang berwarna putih pemanfaatannya banyak digunakan pada bidang pangan. Rimpang lengkuas selama ini dikenal sebagai pengempuk daging dalam masakan dan digunakan sebagai salah satu rempah berbagai jenis bumbu masakan tradisional Indonesia (Heyne, 1987).

Baca juga: Minyak dan Lemak dalam Hasil Hutan Bukan Kayu


Sumber:

Anonim. 1999. Lengkuas. www.iptek.net.id/ind/cakra_obat.

Anonim. 2000. Apinia galanga (L). Sw. www.plants.usda.gov/cgi_bin.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Terjemahan. Balitbang Kehutanan. Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta.

Pan, Z. B, Li, F.C Liao, Y.E and Lin, X.S. 2012. Antioxidant Activity and Anti Inflammatory  Effect from Baeckea frutescens. China Pharmacost.

Razmavar, Somayeh. 2014. Antibacterial Activity of leaf Extracts of Baeckea frutescens agains Methicillin-Resistent Staphylococus aureus. Hindawi.

S, Budi Purwanto dan Sudin Panjaitan. 2013. Gemor Hasil Hutan Bukan Kayu  Potensial di Hutan Rawa Gambut. Badan Peniltian dan Pengembangan Kehutanan. Banjarbaru.


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel