3 Faktor Penentu Keberhasilan Kultur In Vitro

3 Faktor Penentu Keberhasilan Kultur In Vitro

Kultur in vitro merupakan istilah umum yang ditujukan pada budidaya secara in vitro terhadap berbagai bagian tanaman yang meliputi batang, daun, akar, bunga, kalus, sel, protoplas, dan embrio. Bagian-bagian tersebut yang diistilahkan seperti eksplan, diisolasi dari kondisi in vitro dan dikultur pada media buatan yang steril sehingga dapat beregenerasi dan berdeferensi menjadi tanaman lengkap (Zulkarnain, 2009).

Kultur in vitro mempunyai metode yang unggul diantaranya dapat membentuk senyawa bioaktif secara terkontrol dalam waktu yang relatif singkat, tidak tergantung pada kondisi lingkunga, dan setiap sel dapat diperbanyak untuk menghasilkan senyawa metabolit tertentu, pertumbuhan sel terawasi dan proses metabolismenya dapat diatur secara rasional.

Berbeda dengan teknik perbanyakan vegetatif secara konvensional, teknik kultur in vitro melibatkan pemisahan sejumlah komponen biologis dan tingkat pengendalian yang tinggi untuk memacu proses regenerasi dan perkembangan eksplan. 

Setiap tahapan proses-proses tersebut dapat dimanipulasi melalui seleksi bahan eksplan, medium kultur dan faktor-faktor lingkungan termasuk eliminasi mikroorganisme, seperti cendawan dan bakteri.

Berikut 3 Faktor Penentu Keberhasilan Kultur In Vitro,

Baca juga: 12 Jenis Jamur Kontaminan


1. Eksplan

Eksplan kultur in vitro
Sumber: https://sumber.belajar.kemdikbud.go.id/

Eksplan merupakan suatu bagian tanaman atau berupa sel, jaringan, dan organ yang digunakan sebagai bahan inokulum awal yang ditanam dalam media kultur in vitro. Bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan sebaiknya merupakan bagian yang mempunyai sel aktif membelah, berasal dari tanaman induk yang sehat dan berkualitas tinggi.

Meskipun pada prinsipnya semua sel dapat ditumbuhkan, tetapi sebaiknya eksplan dipilih dari bagian tanaman yang masih muda, yaitu daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji, atau tunas.

Biasanya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan adalah jaringan muda yang sedang tumbuh aktif. Jaringan tanaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi lebih tinggi, sel-selnya masih membelah diri dan lebih bersih atau mengandung lebih sedikit kontaminan.

Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah biji atau bagian-bagian biji seperti kotiledon, tunas, pucuk, potongan batang satu buku, potongan akar, potongan daun, potongan umbi batang, empulur batang, umbi lapis dengan sebagian batang, dan bagian bunga (Marlina, 2009).


2. Media

Media kultur in vitro
Sumber: https://successfarmer.blogspot.com/2

Keberhasilan dalam teknologi serta penggunaan metode in vitro terutama disebabkan pengetahuan yang lebih baik tentang kebutuhan hara sel dan jaringan yang dikulturkan. Hara terdiri dari komponen yang utama dan komponen tambahan. Komponen utama terdiri dari garam mineral, sumber karbon atau gula, vitamin, dan pengatur tumbuh.

Unsur esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah relatif besar biasanya disebut dengan unsur-unsur makro. Unsur makro karbon, hidrogen, dan oksingen tersedia bagi tanaman melalui air dan udara. 

Sementara itu, kebutuhan unsur makro yang lain seperti nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, magnesium, dan belerang dipenuhi melalui media tumbuh. Disamping unsur-unsur makro, sel-sel tanaman pun membutuhkan unsur-unsur mikro tertentu. Unsur-unsur mikro yang dibutuhkan oleh semua tanaman tingkat tinggi meliputi besi, mangan, seng, boron, tembaga, dan klor (Zulkarnain, 2009).


3. Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) kultur in vitro
Sumber: https://pertanian.pontianakkota.go.id/

ZPT merupakan senyawa organik bukan nutrisi yang aktif dalam jumlah kecil yang disintesiskan pada bagian tertentu tanaman dan pada umumnya diangkut ke bagian lain tanaman dimana zat tersebut menimbulkan tanggapan secara biokimia, fisiologis, dan morfologis.

ZPT di dalam tanaman terdiri dari lima kelompak yaitu auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang berlainan terhadap proses fisiologis.

Kehadiran zat pengatur tumbuh sangat nyata pengaruhnya terhadap teknik in vitro. Menurut Pierik (1987) menyatakan bahwa sangat sulit menerapkan teknik kultur in vitro pada upaya perbanyakan tanaman tanpa melibatkan zat pengatur tumbuh.

Tanaman terdapat hormon tubuh yaitu senyawa organik yang jumlahnya sedikit dan dapat merangsang ataupun menghambat berbagai proses fisiologis tanaman. Di dalam tubuh tanaman senyawa organik ini jumlahnya hanya sedikit, maka diperlukan penambahan hormon dari laur. Hormon sintesis yang ditambahkan dari luar tubuh tanaman disebut zat pengatur tumbuh.

Zat pengatur tumbuh mempunyai fungsi untuk merangsang pertumbuhan, misalnya pertumbuhan akar, tunas, perkecambahan dan sebagainya.

Baca juga: 5 Proses Perkecambahan


Sumber:

Marlina, N. 2009. Teknik Perbanyakan Lili Dengan Kultur Jaringan. Buletin Teknik Pertanian, 14(1), 6-8.

Pierik, R. L. M. 1987. In Vitro Culture Of Higher Plants as a Tool in The Propagation of Horticultural Crops. In International Symposium on Propagation of Ornamental Plants 226 (pp. 25-40).

Zulkarnain, Z. 2009. Kultur Jaringan Tanaman: Solusi perbanyakan tanaman budi daya. Bumi Aksara.


Salam Lestari,
Lamboris Pane

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel